Sabtu, 12 Desember 2015

ROMO KH ABDUL HAMID ABDULLAH PASURUAN

Madras Ribath menambahkan 5 foto baru.

11 Desember 2015
ROMO KH ABDUL HAMID ABDULLAH PASURUAN
KH. Abdul hamid Lahir pada tahun 1333 H, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah.Wafat 25 Desember 1985.Pendidikan: Pesantren Talangsari, ]ember; Pesantren Kasingan, Rembang,Jateng; Pesantren Termas, Pacitan, Jatim. Pengabdian: pengasuhPesantren Salafiyah, PasuruanKesabarannya memang diakui tidak hanya oleh para santri, tapi juga olehkeluarga dan masyarakat serta umat islam yang pernah mengenalnya.Sangat jarang ia marah, baik kepada santri maupun kepada anak danistrinya. Kesabaran Kiai Hamid di hari tua, khususnya setelah menikah,sebenarnya kontras dengan sifat kerasnya di masa muda.“Kiai Hamid dulu sangat keras,” kata Kiai Hasan Abdillah. Kiai Hamidlahir di Sumber Girang, sebuah desa di Lasem, Rembang, Jawa Tengah,pada tahun 1333 H. Ia adalah anak ketiga dari tujuh belas bersaudara,lima di antaranya saudara seibu. Kini, di antara ke 12 saudarakandungnya, tinggal dua orang yang masih hidup, yaitu Kiai Abdur Rahim,Lasem, dan Halimah. Sedang dari lima saudara seibunya, tiga orang masihhidup, yaitu Marhamah, Maimanah dan Nashriyah, ketiganya di Pasuruan.Hamid dibesarkan di tengah keluarga santri. Ayahnya, Kiai umar, adaiahseorang ulama di Lasem, dan ibunya adalah anak Kiai Shiddiq, juga ulamadi Lasem dan meninggal di Jember, Jawa Timur.Kiai Shiddiq adalah ayah KH. Machfudz Shiddiq, tokoh NU, dan KH. AhmadShiddiq, mantan Ro’is Am NU. Keluarga Hamid memang memiliki keterikatanyang sangat kuat dengan dunia pesantren. Sebagaimana saudara-saudaranyayang lain, Hamid sejak kecil dipersiapkan untuk menjadi kiai. Anakkeempat itu mula-mula belajar membaca al-Quran dari ayahnya. Pada umursembilan tahun, ayahnya mulai mengajarinya ilmu fiqh dasar.Tiga tahun kemudian, cucu kesayangan itu mulai pisah dari orangtua,untuk menimba ilmu di pesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari,Jember, Jawa Timur. Konon, demikian penuturan Kiai Hasan Abdillah, KiaiHamid sangat disayang baik oleh ayah maupun kakeknya. Semasih kecil,sudah tampak tanda-tanda bahwa ia bakal menjadi wali dan ulama besar.“Pada usia enam tahun, ia sudah bertemu dengan Rasulullah,” katanya.Dalam kepercayaanyang berkembang di kalangan warga NU, khususnya kaumsufi, Rasulullah walau telah wafat sekali waktu menemui orang-orangtertentu, khususnya para wali. Bukan dalam mimpi saja, tapi secaranyata.Pertemuan dengan Rasul menjadi semacam legitimasi bagi kewalianseseorang. Kiai Hamid mulai mengaji fiqh dari ayahnya dan para ulama diLasem. Pada usia 12 tahun, ia mulai berkelana. Mula-mula ia belajar dipesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari, Jember. Tiga tahunkemudian ia diajak kakeknya untuk pergi haji yang pertama kali bersamakeluarga, paman-paman serta bibi-bibinya. Tak lama kemudian dia pindahke pesantren di Kasingan, Rembang. Di desa itu dan desa-desasekitarnya, ia belajar fiqh, hadits, tafsir dan lain lain. Pada usia 18tahun, ia pindah lagi ke Termas, Pacitan, Jawa Timur.Konon, seperti dituturkan anak bungsunya yang kini menggantikannyasebagai pengasuh Pesantren Salafiyah, H. Idris, “Pesantren itu sudahcukup maju untuk ukuran zamannya, dengan administrasi yang cukup rapi.Pesantren yang diasuh Kiai Dimyathi itu telah melahirkan banyak ulamaterkemuka, antara lain KH Ali Ma’shum, mantan Ro’is Am NU.” MenurutIdris, inilah pesantren yang telah banyak berperan dalam pembentukanbobot keilmuan Hamid. Di sini ia juga belajar berbagai ilmu keislaman.Sepulang dari pesantren itu, ia tinggaldi Pasuruan, bersamaorangtuanya. Di sini pun semangat keilmuannya tak pernah Padam. Dengantekun, setiap hari ia mengikuti pengajian Habib Ja’far, ulama besar diPasuruan saat itu, tentang ilmu tasawwuf.Menjadi BlantikHamid menikah pada usia 22 tahun dengan sepupunya sendiri, Nyai H.Nafisah, putri KH Ahmad Qusyairi. Pasangan ini dikarunia enam anak,satu di antaranya putri. Kini tinggal tiga orang yang masih hidup,yaitu H. Nu’man, H. Nasikh dan H. Idris.Hamid menjalani masa-masa awal kehidupan berkeluarganya tidak denganmudah. Selama beberapa tahun ia harus hidup bersama mertuanya di rumahyang jauh dari mewah. Untuk menghidupi keluarganya, tiap hari iamengayuh sepeda sejauh 30 km pulang pergi, sebagai blantik (broker)sepeda. Sebab, kata ldris, pasar sepeda waktu itu ada di desa Porong,Pasuruan, 30 km ke arah barat Kotamadya Pasuruan.Kesabarannya bersama juga diuji. Hasan Abdillah menuturkan, Nafisahyang dikawinkan orangtuanya selama dua tahun tidak patut (tidakmauakur). Namun ia menghadapinya dengan tabah. Kematian bayi pertama,Anas, telah mengantar mendung di rumah keluarga muda itu.Terutama bagi sang istri Nafisah yang begitu gundah, sehingga Hamidmerasa perlu mengajakistrinya itu ke Bali, sebagai pelipur lara.Sekali lagi Nafisah dirundung kesusahan yang amat sangat setelahbayinya yang kedua, Zainab, meninggal dunia pula, padahal umurnya barubeberapa bulan. Lagi-lagi kiai yang bijak itu membawanya bertamasya ketempat lain. KH. Hasan Abdillah, adik istri Kiai Hamid, menuturkan,seperti layaknya keluarga, Kiai Hamid pernah tidak disapa oleh istrinyaselama empat tahun.Tapi, tak pernah sekalipun terdengar keluhan darinya. Bahkan sedemikianrupa ia dapat menutupinya sehingga tak ada orang lain yangmengetanuinya. “Uwong tuo kapan ndak digudo karo anak Utowo keluarga,ndak endang munggah derajate (Orangtua kalau tidak pernah mendapatcobaan dari anak atau keluarga, ia tidak lekas naik derajatnya)”,katanya suatu kali mengenai ulah seorang anaknya yang agak merepotkan.Kesabaran beliau juga diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. MenutIdris, tidak pernah mendapat marah, apalagi pukulan dari ayahnya.Menurut ldris, ayahnya lebih banyak memberikan pendidikan lewatketeladanan. Nasihat sangat jarang diberikan. Akan tetapi, untukhal-hal yang sangat prinsip, shalat misalnya, Hamid sangat tegas.Merupakan keharusan bagi anak-anaknya untuk bangun pada saat fajarmenyingsing, guna menunaikan shalat subuh, meski seringkali orang lainyang disuruh membangunkan mereka,Hamid juga memberi pengajaran membacaal-Quran dan fiqih pada anak-anaknya di masa kecil. Namun, begitumereka menginjak remaja, Hamid lebih suka menyerahkan anak-anaknya kepesantren lain.Bukan hanya kepada anak-anak, tapi juga istrinya, Hamid memberipengajaran. Waktunya tidak pasti. Kitab yang diajarkan pun tidak pasti.Bahkan, ia mengajar tidak secara berurutan dari bab satu ke babberikutnya. Pendeknya, ia seperti asal comot kitab, lalu dibuka, dandiajarkan pada istrinya. Dan lebih banyak, kata Idris, yang diajarkanadalah kitab-kitab mengenai akhlak, seperti Bidayah al-Hidayah karyaImam Ghazali, “Tampaknya yang lebih ditekankan adalah amalan, dan bukanilmunya itu sendiri,” jelasnya.Amalan dari kitab itu pula yang ditekankan Kiai Hamid di Pesantrensalafiyah. Kalau pesantren-pesantren tertentu dikenal denganspesialisasinya dalam bidang-bidang ilmu tertentu - misainya alat(gramatika bahasa Arab) atau fiqh, maka salafiyah menonjol sebagaisuatu lembaga untuk mencetak perilaku seorang santri yang baik.Di sini, Kiai Hamid mewajibkan para santrinya shalat berjamaah limawaktu. Sementara jadwal kegiatan pesantren lebih banyak diisi dengankegiatan wirid yang hampir memenuhi jam aktif. Semuanya harus diikutioleh seluruh santri. Kiai Hamid sendiri, tidak banyak mengajar, kecualikepada santri-santri tertentu yang dipilihnya sendiri. Selain itu,khususnya di masa-masa akhir kehidupannya, ia hanya mengajar seminggusekali, untuk umum.Mushalla pesantren dan pelatarannya setiap Ahad selalu penuh olehpengunjung untuk mengikuti pengajian selepas salat subuh ini. Merekatidak hanya datang dari Pasuruan, tapi juga kota-kota Malang, Jember,bahkan Banyuwangi, termasuk Walikota Malang waktu itu. Yang diajarkanadalah kitab Bidayah al-Hidayah karya al-Ghazali. Konon, dalam setiappengajian, ia hanya membaca beberapa baris dari kitab itu.Selebihnya adalah cerita-cerita tentang ulama-ulama masa lalu sebagaiteladan. Tak jarang, air matanya mengucur deras ketika bercerita.Disuguhi Kulit Roti Kiai Hamid memang sosok ulama sufi, pengagum imamAl-Ghazali dengan kitab-kitabnya lhya ‘Ulum ad-Din dan Bidayahal-Hidayah. Tapi, corak kesufian KiaiHamid bukanlah yang menolak duniasama sekali. Ia, konon, memang selalu menolak diberi mobil Mercedez,tapi ia mau menumpanginya. Bangunan rumah dan perabotan-perabotannyacukup baik, meski tidak terkesan mewah.Ia suka berpakaian dan bersorban yang serba putih. Cara berpakaianmaupun penampilannya selalu terlihat rapi, tidak kedodoran. Pilihanpakaian yang dipakai juga tidak bisa dibilang berkualitas rendah.“Berpakaianlah yang rapi dan baik. Biar saja kamu di sangka orang kaya.Siapa tahu anggapan itu merupakan doa bagimu,” katanya suatu kalikepada seorang santrinya. Namun, Kiai Hamid bukanlah orang yang sukamengumbar nafsu. Justru, kata idris, ia selalu berusaha melawan nafsu.Hasan Abdillah bercerita, suatu kali Hamid berniat untuk mengekangnafsunya dengan tidakmakan nasi (tirakat). Tetapi, istrinya tidak tahuitu. Kepadanya lalu disuguhkan roti. Untuk menyenangkannya, Hamidmemakan roti itu, tapi tidak semuanya, melainkan kulitnya saja. “O,rupanya dia suka kulit roti,” pikir istrinya. Esoknya ia membeli rotidalam jumlah yang cukup besar, lalu menyuguhkan kepada suaminyakulitnya saja. Kiai Hamid tertawa. “Aku bukan penggemar kulit roti.Kalau aku memakannya kemarin, itu karena aku bertirakat,”ujarnya.Konon, berkali-kali Kiai Hamid ditawari mobil Mercedez oleh H. AbdulHamid, orang kaya di Malang. Tapi, ia selalu menolaknya dengan halus.Dan untuk tidak membuatnya kecewa, Hamid mengatakan, ia akanmenghubunginya sewaktu-waktu membutuhkan mobil itu. Kiai Hamid memangselalu berusaha untuk tidak mengecewakan orang lain, suatu sikap yangterbentuk dari ajaran idkhalus surur (menyenangkan orang lain) sepertidianjurkan Nabi.Misalnya, jika bertamu dan sedang berpuasa sunnah, ia selalu dapatmenyembunyikannya kepada tuan rumah, sehingga ia tidak merasa kecewa.Selain itu, ia selalu mendatangi undangan, di manapun dan olehsiapapun.Selain terbentuk oleh ajaran idkhalus surur, sikap sosial Kiai Hamidterbentuk oleh suatu ajaran (yang dipahami secara sederhana) mengenaikepedulian sosial islam terhadap kaum dlu’afa yang diwujudkan dalambentuk pemberian sedekah. Memang karikaturis - meminjam istilahAbdurrahman Wahid tentang sifatnya.Tapi, Kiai Hamid memang bukan seorang ahli ekonomi yang berpikir secaralebih makro. Walaubegitu, kita dapat memperkirakan, sikap sosial KiaiHamid bukan hanya sekadar refleksi dari motivasi keagamaan yang“egoistis”, dalam arti hanya untuk mendapat pahala, dan kemudian merasalepas dari kewajiban. Kita mungkin dapatmelihat, betapa ajaran sosialislam itu sudah membentuk tanggung jawab sosial dalam dirinya meskitidak tuntas.Ajaran Islam, tanggung jawab sosial mula-mula harus diterapkan kepadakeluarga terdekat, kemudian tetangga paling dekat dan seterusnya.Urut-urutan prioritas demikian tampak pada Kiai Hamid. Kepada tetanggaterdekat yang tidak mampu, konon ia juga memberikan bantuannya secararutin, terutama bila mereka sedang mempunyai hajat, apakah itu untukmengawinkan atau mengkhitan anaknya.H. Misykat yang mengabdi padanya hingga ia meninggal, bercerita bahwabila ada tetangga yang sedang punya hajat, Kiai Hamid memberi uang RP.10.000 plus 10 kg. beras. Islam mengajarkan, hari raya merupakan haridi mana umat Islam dianjurkan bergembira sebagai rasa syukur setelahmenunaikan lbadah puasa sebulan penuh. Menjelang hari raya, sebagailayaknya seorang ulama, Kiai Hamid tidak menerima hadiah dan zakatfitri.Tetapi, ia juga sibuk membaginya kembali kepada handai tolan dantetangga terdekat. Menurut H. Misykat, jumlah hadiah - berupa beras dansarung - untuk tetangga dekat setiap tahun tergantung yang dipunyainyadari pemberian orang lain. Tapi yang pasti, jumlahnya tak pernah kurangdari 313 buah. Ini adalah jumlah para pengikut perang Badr (pecahdibulan Ramadhan antara Nabi dan orang Kafir). Penelusuran lebih jauhakan menyimpulkan, perhatian terhadap orang lain merupakan ciri darisikap sosialnya yang kuat.Bahwa semua tindakannya itu tumbuh dari sikappenuh perhatian yangtinggi terhadap orang lain. Sehingga, kata H. M. Hadi, bekas santri danadik iparnya, “Semua orang merasa paling disayang oleh Kiai Hamid.”Setiap pagi, mulai pukul 03.00, ia suka berjalan kaki berkeliling keMushalla-mushalla hingga sejauh 1-2 km. untuk membangunkan orang-orang- biasanya anak-anak muda - yang tidur di tempat-tempat ibadah itu. Disamping itu, beberapa rumah tak luput dari perhatiannya sehinggamembuat tuan rumah tergopoh-gopoh demi mengetahui bahwaorang yangmengetuk pintu menjelang subuh itu adalah Kiai Hamid yang sangatdiseganinya. Sikapnya yang kebapakan itulah yang membuat semua orangmengenalnya secara dekat merasa kehilangan ketika ia wafat.Ia selalu dengan penuh perhatian mendengarkan keluhan dan masalah oranglain, dan terkadang melalui perlambang-perlambang, memberi pemecahanterhadapnya. Tak cuma itu.Ia sering memaksa orang untuk berceritamengenai yang menjadi masalahnya. “Ceritakan kepada saya apa yangmembuatmu gundah,” desaknya kepada H. A. Shobih Ubaid, meski telahberkali-kali mengatakan tidak ada apa-apa. Dan, akhirnya setelahdibimbing ke kamar di rumahnya, Shobih dengan menangis menceritakanmasalah keluarga yang selama ini mengganjal di hatinya.Di saat lain, orang lain terpaksa bercerita bahwa ia masih kekuranganuang menghadapi perkawinan anaknya, setelah didesak oleh Kiai Hamid.Kiai Hamid lalu memberinya uang Rp 200.000. Pemberian uang untukmaksud-maksudbaik ini memang sudah bukan rahasia lagi. Selain seringdihajikan orang lain, sudah puluhanpula orang yang telah naik hajiatas biayanya, baik penuh maupun sebagiannya saja.Lebih dari itu, tak kurang 300 masjid yang telah berdiri ataudirenovasi atas prakarsa serta topangan biayanya. Menurut H. Misykat,kegiatanseperti ini kian menggebu menjelang ia wafat. Iamemprakarsairenovasi terhadap beberapa mushalla di dekat rumahnya yang selama initak pernah terjamah perbaikan. Untuk itu, di samping mengeluarkan uangdari kantongnya sendiri, ia memberi wewenang kepada masing-masingpanitia untuk mempergunakan namanya dalam mencari sumbangan.Kepeloporan, kebapakan dan sikap sosialnya yang dicirikan dengankomitmen Idkhalus surur dan kepedulian sosial dalam bentuknva yangsederhana dengan corak religius yang kuat merupakan watakkepemimpinannya. Tapi, lebih dari itu, kepemimpinan yang tidakmenonjolkan diri, dan dalam banyak hal, bahkan berusaha menyembunyikandiri, ternyata cukup efektif dalam kasus Kiai Hamid. Kiai Hamid yangsuaranya begitu lirih itu tidak pernah berpidato di depan umum: Tapi disitulah, khususnya untuk masyarakat Pasuruan dan sebagian besar JawaTimur yang sudah terlanjurmengaguminya itu, terletak kekuatan KiaiHamid.Konon, kepemimpinan Kiai Hamid sudah mulai tampak selama menuntut ilmudi Pesantren Termas. Ia sudah berganti nama sebanyak dua kali. Ia lahirdengan nama Mu’thi, lalu berganti dengan nama Abdul Hamid setelah hajiyang pertama. Kemudian, tanpa sengaja, mertuanya, KH AhmadQusyairi,memanggilnya dengan Hamid saja. “Nama saya memang Hamid saja, Bah(Ayah),” katanya, seperti tidak ingin mengecewakan mertuanya itu.Diantara karyanya, antara lain, Nadzam Sulam Taufiq, yaitu menyairkankitab terkenal di pondok pesantren, Sulam Taufiq. Sebuah kitab yangberisi akidah, syari’ah, akhlaq dan tasawuf. Sedangkan Thariqah beliauadalah Syadziliyah. Menurut beberapa sumber ada yangmengatakanmengambil thariqah dari KH. Mustaqiem Husein, ada sumber lainmenyebutkan dari Syeikh Abdurrazaq Termas.
Kiai Hamid, seperti para wali lainnya, adalah tiang penyangga masyarakatnya. Tidak hanya di Pasuruan tapi juga di tempat-tempat lain. Beliau adalah sokoguru moralitas masyarakatnya. Beliau adalah cermin (untuk melihat borok-borok diri), beliau adalah teladan, beliau adalah panutan. Beliau dipuja, di mana-mana dirubung orang, ke mana-mana dikejar orang (walaupun beliau sendiri tidak suka, bahkan marah kalau ada yang mengkultuskan beliau).Bagaimanapun beliau manusia biasa (Rasulullah pun manusiabiasa), yang harus merasakan kematian. Sabtu 9 Rabiul Awal 1403 H, bertepatan dengan 25 Desember 1982 M, menjadi awal berkabung panjang bagi msyarakat muslim Pasuruan, dan muslim di tempat lain. Hari itu, saat ayam belum berkokok, hujan tangis memecah kesunyian di rumah dalam kompleks Pesantren Salafiyah. Setelah jatuh anfal beberapa hari sebelumnya dan sempat dirawat di Rumah Sakit Islam (RSI) Surabaya karena penyakit jantung yang akut, beliau menghembuskan nafas terakhir. Inna lillahi wa inna lillahi raji’un.Umat pun menangis. Pasuruan seakan terhenti, bisu, oleh duka yang dalam. Puluhan, bahkan ratusan ribu orang berduyun-duyun membanjiri Pasuruan. Memenuhi relung-relung Masjid Agung Al-Anwar dan alun-alun kota, memadati gang-gang dan ruas-ruas jalan yang membentang di depannya. Mereka, dalam gerak serentak, di bawah komandoseorang imam, KH. Ali Ma’shum Jogjakarta, mengangkat tangan “Allahu Akbar” empat kali dalam salat janazah yang yg dihadiri ribuan kaum muslimiin.
Semoga Allah meridloi beliau dan mengumpulkan kita bersama beliau dibawah bendera baginda Nabi Muhammad saw. Amin allahumma amin....
Disarikan dari berbagai sumber.
Smg bermanfaat.

Jumat, 11 Desember 2015

Biografi Singkat as-Sayyid Ja'far al-Barzanji

Madras Ribath
11 Desember 2015
Biografi Singkat as-Sayyid Ja'far al-Barzanji
(Penyusun Maulid Al Barzanji)

As-Sayyid Ja’far bin Sayyid Hasan bin Sayyid Abdul Karim bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Rasul al-Barzanji adalah seorang ulama besar keturunan Nabi Muhammad Saw. dari keluarga Saadah al-Barzanji yang masyhur berasal dari Barzanj di Iraq. Beliau dilahirkan di Kota Madinah al-Munawwarah pada tahun 1126 H.
Leluhur Sayyid Ja'far semuanya merupakan ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan `amal, keutamaan dan kesholehan. Prof. Dr. al-Muhaddits al-‘Alim al-‘Allamah as-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki dalam Haul Ihtifaal bi Dzikra al-Maulid an-Nabawiy asy-Syarif menulis pada halaman 99:
Al-‘Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim al-Barzanji adalah Mufti Syafi’iyyah di Kota Madinah al-Munawwarah. Terjadi perselisihan tentang tahun kewafatannya. Sebagian ulama menyebutkan bahwa Sayyid Ja’far meninggal pada tahun 1177 H.
Al-Imam az-Zubaidi dalam al-Mu'jam al-Mukhtash menuliskan bahwa beliau wafat tahun 1184 H, dimana Imam az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan menghadiri majlis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia.
Beliau adalah pengarang kitab maulid yang masyhur dan terkenal dengan nama Maulid al-Barzanji. Sebagian ulama mengatakan bahwa nama karangannya tersebut adalah ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiyyi al-Azhar. Maulid karangan beliau ini adalah diantara kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri 'Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak dari mereka yang menghafalnya.
Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) Sirah Nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran Rasulullah Saw., diutusnya beliu Saw. sebagai Rasul, hijrah, akhlak, peperangan hingga kewafatan beliau Rasulullah Saw.
Kitab Maulid al-Barzanji ini telah disyarahi oleh al-‘Allamah al-Faqih asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba’ilisy dengan kitab syarah yang dinamakan al-Qaul al-Munji 'ala Maulid al-Barzanji yang telah berulang kali dicetak di Mesir. (Beliau Syekh Ba`ilisy adalah seorang ulama besar jebolan al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyya
h. Beliau lahir pada tahun 1217 H/1802 M dan wafat pada tahun 1299 H/1882 M. Karyanya antara lain adalah; Hidayat al-Murid li 'Aqidat Ahl at-Tauhid, Syarh al-'Aqa’id al-Kubra li as-Sanusi, Hasyiyah 'ala Syarhi ash-Shoghir li ad-Dardir, Minhu al-Jalil 'ala Mukhtashar Khalil dan Hidayat as-Salik ila Aqrab al-Masalik fi Furu` al-Fiqh al-Maliki).
Selain Syekh Ba’ilisy, ulama kita kelahiran Banten Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya yaitu Punggawa Ulama Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah dari kitab Maulid al-Barzanji yang diberi judul Madarij ash-Shu’ud ila Iktisa’ al-Buruud.
Begitu juga dari salah satu cucu Sayyid Ja'far al-Barzanji yang bernama sama dengan kakeknya yaitu Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma’il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain al-Barzanji, telah menulis syarah dari kitab Maulid al-Barzanji tersebut yang diberi judul al-Kaukab al-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiy al-Azhar. Sayyid Ja'far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, diantaranya; Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadhail Ramadhan, Mashabih al-Ghurar ‘ala Jaliy al-Kadar dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi Isra’ wa al-Mi’raj. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian kakeknya Sayyid Ja'far al-Barzanji dengan judul ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far.
Sayyid Ja'far al-Barzanji, selain dikenal sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan takwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau.
Diceritakan bahwa satu ketika di musim kemarau, di saat beliau sedang menyampaikan khutbah Jum’at, seseorang meminta beliau beristisqa’ (memohon hujan). Maka dalam khutbahnya itu, beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu lamanya, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:
“Dahulu al-Faruuq dengan al-‘Abbas beristisqa’ memohon hujan
Dan kami dengan Ja’far pula beristisqa’ memohon hujan
Maka yang demikian itu wasilah mereka kepada Tuhan
Dan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘arif.”
Sayyid Ja'far al-Barzanji wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi’, tepatnya di sebelah bawah maqam nenek moyang beliau dari kalangan anak-anak perempuan Rasulullah Saw.
Sungguh karya-karya Sayyid Ja'far telah membawa umat untuk selalu mengingat Rasulullah Saw. Menjadikan umat lebih mencintai Rasulullah Saw. Menenggelamkan umat dalam lautan rindu kepada Rasulullah Saw. Setiap kali karangannya dibaca, sholawat dan salam selalu terlantunkan atas Baginda Nabi Agung Muhammad Saw.

Kegigihan Sayyid Ja’far dalam Menuntut Ilmu
Semasa kecilnya beliau telah belajar al-Quran dari Syeikh Ismail al-Yamani, dan belajar tajwid serta memperbaiki bacaan dengan Syeikh Yusof as-Su’idi dan Syeikh Syamsuddin al-Misri.
Diantara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah:
• Sayyid Abdul Karim Haidar al-Barzanji
• Syeikh Yusuf al-Kurdi
• Sayyid Athiyatullah al-Hindi.
Beliau kemudian berhijrah dan menetap di Makkah selama lima tahun. Di sana beliau belajar kepada para ulama besar, diantaranya:
• Syeikh Athallah ibn Ahmad al-Azhari
• Syeikh Abdul Wahab ath-Thanthowi al-Ahmadi
• Syeikh Ahmad al-Asybuli
Beliau juga telah mendapatkan ijazah dari para ulama besar, diantaranya:
• Syeikh Muhammad ath-Thoyib al-Fasi
• Sayyid Muhammad ath-Thobari
• Syeikh Muhammad ibn Hasan al-‘Ajimi
• Sayyid Musthofa al-Bakri
• Syeikh Abdullah asy-Syubrawi al-Misri

Penguasaannya dalam Ilmu Agama
Beliau banyak menguasai cabang-cabang ilmu agama diantaranya ialah Shorof, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Ushul Fiqh, Faraidh, Hisab, Ushuluddin, Hadits, Ushul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, ‘Arudh, Kalam, Lughat, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawwuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholahul Hadits.

Karya-karya Beliau
Karangan beliau cukup banyak diantaranya adalah:
• Al-Birr al-‘Ajil bi Ijabat asy-Syeikh Muhammad al-Ghafil
• Jaliyat al-Kadr bi Asmai Ashshab Sayyid al-Malaik wa al-Basyar
• Jaliyat al-Kurb wa al-Ahadiyyin bi Asma’ Sayyid al-‘Ajam wa al-‘Arab fi Asma’ al-Badriyyin
• Al-Lujjainiy ad-Daniy fi Manaqib asy-Syeikh Abdil Qadir al-Jailaniy
• Ar-Raudh al-Mu’thar fi Maa Yuhaddi as-Sayyid Muhammad min al-Asy’al
• Asy-Syiqaq al-Atrijiyyah fi Manaqib al-Asyraf al-Barzanjiyyah
• Ath-Thawali’ al-As’adiyyah min al-Mathali’ al-Masyriqiyyah
• Al-‘Ariyn li Asma’ ash-Shabat al-Badriyyin
• Fath ar-Rahman ‘ala Ajwibat as-Sayyid Ramdhan
• Al-Faidh al-Lathif bi Ijabat Naib as-Sar’ asy-Syarif
• Nuhudh al-Laits li Jawab Abi al-Ghaits
• ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiyyi al-Azhar (Maulid al-Barzanji).

Kemasyhuran Beliau
Beliau telah diakui banyak kalangan dan mendapat kedudukan yang dekat di sisi pembesar Makkah dan Madinah, serta para menteri Kerajaan Utsmaniah. Kemasyhuran dan kehebatan beliau telah menyebar ke seluruh pelosok dunia Islam. Karangan-karangan beliau telah diterima dan dipuji oleh para ulama yang sezaman denganya sehingga tersebarlah tulisan-tulisan beliau di kalangan para penuntut ilmu.

Sifat-sifat Beliau
Beliau mempunyai akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan al-Quran dan as-Sunnah, wara’, banyak berdzikir, senantiasa bertafakkur, mendahului dalam berbuat kebajikan, gemar bersedekah, dan sangat pemurah.

Penutup
Dari biografi singkat Sayyid Ja’far Al-Barzanji di atas, jelaslah bagi kita bahwa beliau bukanlah orang biasa. Bahkan beliau menjabat sebagai Mufti Madinah al-Munawwarah cukup lama yang mana hal ini menunjukkan akan ketinggian ilmu beliau dan kesalehan beliau.

Refferensi
• Al-Kawakib al-Anwar Syarh al-Maulid an-Nabawiy, karangan Sayyid Ja’far ibn al-Barzanji (keturunan Sayyid Ja’far al-Barzanji) yang wafat pada tahun 1317 H/1899 M. Ditahqiq oleh Syeikh Nada Farj Darwisy, dan disimak oleh Institut Pengkajian Akademik Universitas al-Azhar, cetakan Markaz ibn al-Athar li at-Turats, halaman 647-650.
• Kasyf az-Zunun ‘an Asam al-Kutub wa al-Funun, karangan Haji Khalifah, cetakan Dar al-Fikr, Beirut, tahun 1999 M, bab jim “Ja’far”, jilid 5, halaman 211.
• Al-Asybah wa an-Nadzair, karangan al-Imam Jalaluddin as-Suyuthiy, cetakan ketiga Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, tahun 2005 M, jilid 2, halaman 225.
• Haul Ihtifaal bi Dzikra al-Maulid an-Nabawiy asy-Syarif, karangan Prof. Dr. al-Muhaddits al-‘Alim al-‘Allamah as-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki, cetakan al-Fithrah, Surabaya, halaman 99.

Sanad Maulid Barzanji

Maulid Barzanji merupakan kitab yang memuji dan menceritakan kehidupan Rasulullah Saw., selalu dibaca dan dilantunkan orang ketika datangnya bulan Rabi`ul Awwal di berbagai daerah dan negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunai, Singapura dan Thailand. Maulid Barzanji sangat terkenal dan populer di Asia Tenggara, bahkan di sebagian tempat Maulid Barzanji dibaca ketika acara perkawinan, acara khitanan, dan acara-acara lainnya.
Kitab Maulid Barzanji diserang dan diperangi oleh sebagian orang yang menganggap acara Maulid Nabi Muhammad Saw. adalah salah satu perbuatan bid`ah, tetapi permasalahan ini adalah masalah khilafiyah yang kebanyakkan umat islam berpegang teguh dengan bolehnya mengadakan Maulid Nabi selama acara tersebut tidak terdapat unsur atau hal-hal yang haram dan dilarang oleh Allah Swt. dan Nabi Saw.
Maulid Barzanji adalah karangan dari seorang ulama besar terkemuka di masa beliau, telah berhasil memberikan jasa dan peninggalan yang berharga bagi umat islam. Nama lengkap pengarang Barzanji adalah Sayyid Ja`far bin Sayyid Hasan bin Sayyid Abdul Karim bin Sayyid Muhammad bin Abdurrasul al-Barzanji al-Madani asy-Syafi`i.
Beliau dilahirkan di kota Madinah. Beliau berasal dari golongan ulama besar yang memiliki keilmuan yang tinggi, dan dari keturunan Rasulullah Saw. Beliau memiliki sifat yang soleh dan penyantun, suka menolong orang lain, rajin beribadah dan beramal soleh.
Syeikh Muhammad Khalil al-Muradi pengarang kitab Silku ad-Durar memuji beliau dengan ungkapan sebagai berikut: “Beliau seorang Syeikh yang mulia lagi alim, satu-satunya orang yang hebat di dalam segala bidang ilmu, Mufti madzhab Syafi`iyyah di kota suci Madinah.” Selanjutnya Syeikh Muhammad Khalil al-Muradi memuji lagi: “Beliau hebat di dalam berpidato dan membuat karangan, sehingga beliau menjadi seorang Imam dan Khatib Masjid Nabawi, dan beliau juga seorang tenaga pengajar di Masjid Nabawi. Menulis berbagai macam kitab yang bermanfa`at dan karangan yang indah.”
Beliau meninggal dunia pada tahun 1177 hijriyyah sebagaimana yang telah disebutkan di dalam kitab Silku ad-Durar. (Lihat dalam Silku ad-Durar fi A`yani al-Qarni ats-Tsani ‘Asyar juz 13 halaman 2 karangan Syeikh Muhammad Khalil al-Muradi al-Hanafi, terbitan Dar Sodir Bairut, cetakkan pertama tahun 1422-2001).

Sanad kepada Imam Ja`far al-Barzanji adalah, berkata al-Ustadz Muhammad Husni Ginting bin Muhammad Hayat Ginting al-Langkati: “Saya meriwayatkan kitab Maulid Barzanji dari Syeikh Saya al-Alim as-Syeikh Ahmad Damanhuri bin Arman al-Banteni (w. 1426 H), beliau meriwayatkan dari gurunya al-Allamah al-Muhaddits ast-Syeikh Umar Hamdan al-Mahrisi at-Tunisi al-Madani (w. 1368 H), beliau meriwayatkan dari al-Allamah Syeikh Sayyid Ahmad bin Ismail al-Barzanji Mufti madzhab Syafi`i di Madinah, beliau meriwayatkan dari ayahandanya Sayyid Ismail bin Sayyid Zainal Abidin al-Barzanji, beliau meriwayatkan dari ayahnya al-Allamah Sayyid Zainal Abidin bin Sayyid Muhammad Abdul Hadi al-Barzanji, beliau meriwayatkan dari ayahandanya al-Allamah Sayyid Muhammad Abdul Hadi al-Barzanji, beliau meriwayatkan dari pamannya al-Allamah al-Faqih Syeikh Sayyid Ja`far bin Sayyid Hasan bin Sayyid Abdul Karim al-Barzanji pengarang kitab Maulid al-Barzanji.”
Saya (al-Ustadz Muhammad Husni Ginting bin Muhammad Hayat Ginting al-Langkati) al-Faqir al-Langkati mengijazahkan sanad khusus ini bagi siapa saja yang ingin menerimanya, semoga berkat dan kita termasuk orang yang menyampaikan ilmu dan amanat kepada umat islam.

Zaqaziq, Syarqia Mesir 12 Rabi`ul Awwal 1432 H.

kalam syekh abu bakar bin Salim

syekh Abu Bakar bin Salim
فنوا عن جميع الكون طلابا حسنَه يغيبون عن كل السوى بوصاله
mereka hilang dari alam semesta, mencari kebaikan-Nya, menutup diri dari segalah sesuatu kecuali berhubungan dengan-Nya
----------
haul besok

Manaqib Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=504096699764449&id=361352827372171&refid=8&_ft_=qid.6226858755883024680%3Amf_story_key.-4257522471934034528
Manaqib Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf
Beliau adalah Al-Habib Abdul Qodir bin Ahmad bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin ‘Umar bin Saggaf bin Muhammad bin ‘Umar bin Thoha Assegaf. dan terus bersambung nasabnya hingga sampai kepada Rasulullah SAW.
Beliau dilahirkan di kota Sewun, Hadramaut, pada bulan Jumadil Akhir Tahun 1331 H. Beliau dibesarkan oleh kedua orangtuanya yang sholeh sehingga sejak kecil beliau telah dihiasi dengan hidayah dan ketakwaan.
Ayah beliau, Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf, adalah seorang imam yang dihiasi dengan keindahan budi pekerti yang luhur ilmu yang luas dan amal yang soleh. Al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi pernah berkata bahwa Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman adalah Imam Wadil Ahqof (Hadramaut).
Ibu beliau adalah As-Syarifah Alawiyah binti Al-Habib Ahmad bin Muhammad Aljufri. Beliau adalah seorang wanita yang sholihah dan suka pada kebajikan. Ketika ibu beliau sedang mengandung dan melahirkan bayi laki-laki, bayi tersebut diberi nama Abdul Qodir atas isyarat dari Al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi, tetapi tidak lama kemudian bayi tersebut meniggal dunia. Ketika As-Syarifah Alawiyah melahirkan bayi laki-laki untuk yang kedua kalinya, Al-Habib Ali juga mengisyaratkan agar bayi tersebut diberi nama Abdul Qodir. Al-Habib Ali mengatakan bahwa bayi ini kelak akan menjadi orang yang mulia yang mengabdikan hidupnya untuk taat kepada Allah dan menjadi seorang yang
dihiasi dengan ilmu, amal dan ihsan.
As-Syarifah Alawiyah meninggal dunia pada tanggal 29 Rajab 1378 H bersamaan dengan hari wafatnya Al-Habib Salim bin Hafidh Bin Syekh
Abubakar bin Salim (kakek dari Al-Habib Umar Bin Hafidh). Sedangkan Al-Habib Ahmad (ayah dari Al-Habib Abdul Qodir) meninggal dunia padasore hari, Sabtu, tanggal 4 Muharram 1357 H, setelah menunaikan shalat ashar pada usia 79 tahun, sedangkan Al-Habib Abdul Qodir saat itu baru berusia 25 tahun.
Masa kecil beliau
Sejak kecil beliau tumbuh berkembang dalam lingkungan ilmu pengetahuan, ibadah dan akhlak yang tinggi yang ditanamkan dan sekaligus icontohkan oleh ayah beliau yang sholeh Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf. Dan memang demikianlah keadaan kebanyakan keluarga-keluarga Alawiyin di Hadramaut pada masa itu. Keadaan ini sangat mendukung para orangtua untuk mencetak kader-kader ulama dan shulaha’ (orang-orang baik) karena anak-anak disana pada masa itu selain dididik oleh orang tua, lingkungan juga ikut membentuk mereka.
Keikhlasan dan kebersihan hati menjadi hiasan penduduk disana kala itu. Mereka tidak terkontaminasi dengan budaya dan berbagai macam paham dari luar . Setiap anak meneladani ayahnya dan ayah meneladani kakeknya. Demikianlah seterusnya sehingga asror mereka terwariskan kepada anak cucunya.
Ketika usia Al-Habib Abdul Qodir sudah cukup dan telah tampak kesungguhan niat beliau dalam menuntut ilmu, maka beliau mulai mengikuti pendidikan di luar rumah, karena selama ini beliau hanya belajar dengan ayahnya. Pertama kali beliau mengenyam pendidikan di `Ulmah Thoha, yaitu sebuah pendidikan yang diadakan di masjid Toha yang didirikan oleh datuknya Al-Habib Thoha bin Umar Assagaf di kota Sewun. Adapun guru yang mengajar beliau di tempat tersebut adalah As-Syaikh Thoha bin Abdullah Bahmed. ‘Ulmah Thoha adalah sebuah lembaga pendidikan sederhana yang didirikan atas dasar takwa dan keridhoan Allah, oleh karena itu tempat tersebut telah banyak mencetak orang-orang besar dan tokoh-tokoh ulama pada zaman itu. Di tempat itulah Al-Habib Abdul Qodir bersama anak-anak sebayanya tekun mendalami ilmu qowaidul kitabah, qiroah dan lain-lain, sehingga menjadi kuat dasar-dasar pengetahuannya serta fasih lisannya.
Setelah beberapa waktu kemudian beliau keluar dari ‘Ulmah Thoha dan mencurahkan waktunya untuk lebih banyak duduk dan menimbah ilmu dariayahnya, sehingga tampak tanda-tanda kemuliaan pada diri beliau. Kemudian atas perintah ayahnya beliau melanjutkan pendidikannya di madrasah An-Nahdhoh Al-`ilmiyah di kota Sewun. Setelah itu, beliau belajar fiqih, tafsir dan sastra di Madrasah An-Nahdlatul Ilmiyah. Di perguruan ini pula beliau menghafal Al-Qur'an dan mempelajari Qiraah sab'ah ( tujuh jenis bacaan ) Al-Qur'an dari Syekh Hasan bin Abdullah Baraja, beliau juga membaca beberapa kitab langsung di bawah supervisi ayahandanya.
Sepeninggal ayahnya
Setelah ayah beliau, Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman, yang meninggal dunia pada tahun 1357 H, maka para masyayikh dan tokoh Alawiyyin saat
itu sepakat bahwa beliaulah penerus sang ayah, karena semua kebaikan yang ada pada diri Al-Habib Ahmad telah diwarisi oleh Al-Habib AbdulQodir. Saat itu beliau telah berusia 25 tahun. Semenjak itu, Al-Habib Abdul Qodir meneruskan apa-apa yang menjadi kebiasaan ayahnya.
Sebagaimana ayahnya, Al-Habib Abdul Qodir mengisi waktunya dengan belajar dan mengajar, serta menunaikan segala kewajiban. Beliau selalu mengumbar senyum kepada siapa saja yang ditemuinya. Beliau suka menerima tamu dan membantu yang lemah dengan kemampuan yang dimilikinya. Diterangkan dalam kitab At-Takhlis Asy-Syafi, bahwa rumahnya adalah tumpuan para tamu dan beliau tidak pernah membedakan tamu-tamunya. Hampir-hampir terkesan beliaulah satu-satunya orang di kota Sewun yang memuliakan tamu dan gemar membantu orang-orang yang lemah kala itu. Selain itu beliau juga selalu menjaga hubungan silaturrahmi.
Karena ketinggian akhlak beliau itulah, menjadikan semua mata tertuju kepada Al-Habib Abdul Qodir, sehingga banyak orang ingin menimba ilmu
darinya. Dimana saja beliau mengajar atau mengisi pengajian, tempat tersebut penuh sesak oleh para hadirin. Setiap apa-apa yang beliau ucapkan, selalu menyentuh hati para pendengarnya.
Di tengah-tengah kesibukannya, Al-Habib Abdul Qodir menyempatkan diri duduk dengan para orangtua, ulama dan para pendidik, untuk membicarakan berbagai macam hal, baik keilmuan ataupun yang lainnya, serta menjalin rasa kasih sayang di antara mereka.
Di rumah beliau terdapat sebuah perpustakaan yang lengkap dan semua kitab tersebut telah dibaca oleh Al-Habib Abdul Qodir di hadapan ayahnya. Semasa hidup ayah beliau, Al-Habib Ahmad, jika mendengar atau melihat sebuah kitab dan kitab tersebut tidak ada dalam perpustakaannya, maka Al-Habib Ahmad menyuruh putranya, Al-Habib Abdul Qodir, untuk membaca dan mencatatnya, dan kemudian disimpan diperpustakaannya itu.
Sebagaimana ayah beliau sewaktu mudanya, Al-Habib Abdul Qodir suka membaca buku-buku sastra, sehingga menjadikan beliau seorang yang pandai membuat syair.
Hijrahnya dari Hadramaut
Suatu saat terjadi perubahan negatif pada pemerintahan Yaman Selatan dimana mereka membuat kebijakan-kebijakan dan upaya untuk menghapus tradisi leluhur dan juga melakukan penekanan terhadap ulama. Para tokoh masyarakat diwajibkan melaporkan diri ke kepolisian 2 kali setiap hari saat pagi dan sore. Tidak sedikit dari mereka yang dibunuh. Kenyataan pahit ini mendorong banyak para tokoh ulama disana, di antaranya Al-Habib Abdul Qodir, untuk meninggalkan Yaman demi menyelamatkan agama dan budaya leluhurnya.
Dengan dibantu oleh seseorang yang dekat dengan pemerintahan, beliau mendapat izin untuk berhijrah ke kota Aden pada tahun 1393 H. Disana beliau mendapatkan sambutan yang luar biasa. Tampak kegembiraan masyarakat Aden dengan kedatangan beliau. Di tengah-tengah kesibukannya berdakwah dan menghadiri majlis-majlis di kota Aden, beliau berupaya untuk berhijrah dari Yaman. Dengan ridho dan pertolongan Allah SWT, sebulan setelah kedatangannya di kota Aden, beliau berangkat menuju Singapura.
Di bandara Singapura, beliau disambut oleh banyak orang dan para tokoh Alawiyin saat itu, di antaranya adalah Al-Habib Muhammad bin Salim Al-Atthas dan As-Sayyid Ali Ridho bin Abubakar bin Thoha Assaggaf. Berbagai majlis diselenggarakan untuk menyambut kedatangan Al-Habib Abdul Qodir. Bahkan rumah tempat beliau tinggal penuh sesak oleh tamu yang ingin mengambil berkah dan menimbah ilmu dari beliau.
Pada tahun 1393 H / 1973 M beliau memutuskan memperluas medan dakwahnya ke luar negeri. Maka beliau pun berdakwah sampai ke Singapura. Pada bulan Juli 1974 M/1393 H, Al-Habib Abdul Qodir meninggalkan Singapura menuju Jakarta. Di Indonesia beliau juga mendapat sambutan yang hangat dari para ulama dan masyarakat di Jakarta. Tokoh Alawiyin yang mendampingi kunjungan beliau di Jakarta antara lain As-Sayyid Salim bin Muhammad Al-Aidrus, Al-Habib Muhammad bin Umar Maulakheilah, Al-Habib Muhammad bin Ali Alhabsyi (Kwitang), As-Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Jawwas, As-Sayyid Abdurrahman bin Ahmad Assaggaf, Al-Ustadz Hadi bin Sa’id Jawwas, dan lain-lain. Al-Habib Abdul Qodir menghadiri majlis taklim Al-Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi yang diadakan setiap hari Minggu pagi di Kwitang dan berbagai majlis lainnya di Jakarta.
Pada tanggal 13 Jumadil Tsani 1393 H/Agustus 1974 M, Al-Habib Abdul Qodir berkunjung ke Surabaya. Di Surabaya beliau tinggal di rumah Al-Ustadz Ahmad bin Hasan Assaggaf di Jalan Sambas no. 3. Al-Ustadz Ahmad mengurus segala keperluan dan perjalanan Al-Habib Abdul Qodir ke berbagai kota di Jawa Timur. Selama Al-Habib Abdul Qodir di Surabaya, rumah Al-Ustadz Ahmad penuh dengan tamu yang datang dari berbagai kota. Al-Ustadz Ahmad melayani mereka dengan penuh sabar dan tulus, bahkan menyediakan kendaraan bagi para tetamu yang ingin ikut mengiringi perjalanan Al-Habib Abdul Qodir.
Di setiap tempat yang dikunjungi, Al-Habib Abdul Qodir tidak hanya berdakwah, namun menaruh perhatian besar pada keadaan kaum Alawiyin. Setiap kota yang dimasuki, yang pertama ditanyakan oleh beliau adalah bagaimana keadaan Alawiyyin. Jika ada yang sakit, beliau mengunjunginya. Yang faqir, beliau santuni. Yang berselisih, beliau damaikan. Demikianlah aktivitas beliau sepanjang hidupnya, dimana saja beliau berada hingga akhir hayatnya.
Pada tahun yang sama, Al-Habib Abdul Qodir berhijrah dari Indonesia menuju Hijaz. Berbondong-bondong khalayak melepas kepergian beliau dengan penuh kesedihan dan air mata. Mereka menginginkan Al-Habib Abdul Qodir tetap tinggal di Indonesia. Demikian dalam kesedihan mereka hingga Al-Habib Abdul Qodir menenangkan mereka dengan mengatakan bahwa beliau akan datang berkunjung kembali ke Indonesia setelah beliau berziarah dan mengungkapkan masalah yang dihadapinya kepada Nabi SAW di kota Madinah. Tak lama kemudian beliau juga sempat menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Atas permintaan beberapa ulama di Tanah suci, beliau bermukim selama beberapa waktu di Mekah, Madinah dan Jeddah untuk mengasuh majlis taklim. Beliau juga sempat berdakwah ke Zanzibar, Lebanon , Syria dan Mesir. Tapi belakangan beliau menetap di Jeddah.
Setiap kali beliau menyampaikan tausiah, selalu ada hal yang menarik. Misalnya ketika memberikan tausiah dalam sebuah rauhah, pengajian, di
Jeddah pada 1411 H / 1990 M, " Yang banyak menimpa manusia pada zaman akhir ini ialah Futurul Himah ( kevakuman hasrat ) dalam mencapai kemuliaan di sisi Allah swt." Ujarnya.
Menurutnya, sesungguhnya himmah, kesungguhan hasrat, merupakan penuntun lahirnya taufik Ilahi, pertolongan Allah swt bagi hamba-Nya agar mampu melaksanakan ketaatan, sebagai pos bisyarah, kabar gembira. Jika seseorang memiliki keinginan, lalu bersungguh-sungguh mencapainya, segala kesulitan akan menjadi mudah. Allah swt pun akan menolong dengan maunah, pertolongan dan taufik-Nya.
Menurut Habib Abdul Qadir yang kini semakin melemah adalah kekuatan keimanan kita. " Kebanyakan orang sekarang merasa berat bangun malam, lebih suka bermalas-malasan, ini semua jelas akibat bujuk rayu setan." Katanya.
Guru-guru beliau
Al-Habib Abdul Qodir menimbah ilmu dari banyak guru. Setiap berkunjung ke suatu tempat, beliau menyempatkan diri untuk menggali ilmu dari
para ulama dan orang-orang sholeh di tempat tersebut. Di antara guru beliau adalah
• Habib Umar bin Hamid Assegaf
• Habib Umar bin Abdul Qadir Assegaf
• Habib Abdullah bin Alwi Al-Habsyi
• Habib Abdullah bin Idrus Alaydrus
• Habib Abdulbari bin Syekh Alaydrus
• Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab
• Habib Muhammad bin Hadi Assegaf
• Habib Sholeh bin Mukhsin Al Hamid
• Habib Ja'far bin Ahmad AlAydrus
• Dan lain-lain
Murid-murid beliau
Di antara para murid beliau adalah Al-Habib Muhammad bin Abdullah Alhaddar, Al-Habib Zein bin Ibrahim Bin Sumaith, Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar Asy-Syathiry, Al-Habib Abubakar Al-’Adany bin Ali Al-Masyhur, As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki ِAl-Habib Abubakar bin Hasan Al-Atthas dan masih banyak lagi yang lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.
Diantara Teman-teman beliau yang telah pergi mendahului beliau, Adalah, Al-Habib Ahmad Masyhur bin Thoha al-Haddad. Al-Habib ‘Abdurrahman bin Ahmad al-Kaf. Al-Habib Abu Bakar Atthas bin Abdullah al-Habsyi. Syeikh Umar Khatib.
Habib Abdul Qadir adalah seorang ulama dan dai yang menjalankan dakwahnya dengan penuh kebijaksanaan. Akhlaknya yang tinggi mampu menawan hati sesiapa saja, ilmu, wara’ dan akhlaknya menyebabkan beliau dikasihi dan dihormati. Kabarnya Buya Hamka pernah ziarah kepada beliau sewaktu di Jeddah, dan setelah berbincang dengan beliau, akhirnya Buya Hamka mengakui bahwa Baitun Nubuwwah Bani Zahra min Ali masih wujud dan berkesinambungan dalam darah para saadah Bani ‘Alawiy.
Beliau telah lama uzur. Dan sebelum Fajar hari Ahad, 19 Rabi ’al-Akhir 1431 H bersamaan 4 April 2010, beliau kembali ke Rahmatullah di Jeddah. Beliau menutup umur pada usia 100 tahun. Dan Dishalatkan di Masjidil Haram Makkah selepas shalat Isya, Ahad 4 April 2010.
Selamat jalan wahai Habib Abdul Qodir. Semoga keselamatan, kesejahtraan, rahmat Allah dan ridhoNya selalu menyertaimu. Semoga Allah SWT membalas semua pengorbananmu untuk Alawiyyin dan kaum muslimin.
Selamat Jalan Imam dan Khalifah para habaib di dunia.. Khalifah para habaib terus silih berganti dari generasi ke generasi mengemban beban luhur..
Smg Allah swt mengumpulkan kita bersama mereka ditelaga baginda Nabi Saw.
55 mnt · Publik

Selasa, 08 Desember 2015

Fadhilah Burdah

Kalam Habib Salim bin Abdullah Asy - Syatiri
Fadhilah Burdah
Mumu Bsa Burdah artinya mantel dan juga dikenal sebagai Bur’ah yang berarti shifa (kesembuhan). Imam Busyiri adalah seorang penyair yang suka memuji raja-raja untuk mendapatkan uang. Kemudian beliau tertimpa sakit faalij (setengah lumpuh) yang tak kunjung sembuh setelah berobat ke dokter manapun.
Tak lama kemudian beliau mimpi bertemu Rasulullah S.A.W. yang memerintahkannya untuk menyusun syair yang memuji Rasulullah. Maka beliau mengarang Burdah dalam 10 pasal pada tahun 6-7 H. Seusai menyusun Burdah, beliau kembali mimpi bertemu Rasulullah yang menyelimutinya dengan Burdah (mantel). Ketika bangun, sembuhlah beliau dari sakit lumpuh yang dideritanya.
Qoshidah Burdah ini tersebar ke seluruh penjuru bumi dari timur ke barat. Bahkan disyarahkan oleh sekitar 20 ulama, diantaranya yang terkenal adalah Imam Syaburkhiti dan Imam Baijuri.
Habib Husein bin Mohammad Alhabsyi (saudara Habib Ali Alhabsyi sohibul maulid Simtud Duror) biasa memimpin Dalail Khoiroot di Mekkah. Kemudian beliau mimpi bertemu Rasulullah yang memerintahkannya untuk membaca Burdah di majlis tersebut. Dalam mimpi tersebut, Rasulullah berkata bahwa membaca Burdah sekali lebih afdol daripada membaca Dalail Khoiroot 70 kali.
Ketika Hadramaut tertimpa paceklik hingga banyak binatang buas berkeliaran di jalan, Habib Abdulrahman Al Masyhur memerintahkan setiap rumah untuk membaca Burdah. Alhamdulillah, rumah-rumah mereka aman dari gangguan binatang buas.
Beberapa Syu’araa (penyair) di zaman itu sempat mengkritik bahwa tidaklah pantas pujian kepada Rasulullah dalam bait-bait Burdah tersebut diakhiri dengan kasroh/khofadz. Padalah Rasulullah agung dan tinggi (rofa’). Kemudian Imam Busyiri menyusun qoshidah yang bernama Humaziyyah yang bait-baitnya berakhir dengan dhommah (marfu’).
Imam Busyiri juga menyusun Qoshidah Mudhooriyah. Pada qoshidah tersebut terdapat bait yang artinya, ‘Aku bersholawat kepada Rasulullah sebanyak jumlah hewan dan tumbuhan yang diciptakan Allah.’ Kemudian dalam mimpinya, beliau melihat Rasulullah berkata bahwa sesungguhnya malaikat tak mampu menulis pahala sholawat yang dibaca tersebut.
Habib Salim juga bercerita tentang seseorang yang telah berjanji kepada dirinya untuk menyusun syair hanya untuk memuji Allah dan Rasulullah. Suatu ketika ia tidak mempunyai uang dan terpaksa menyusun syair untuk memuji raja-raja agar mendapat uang. Ia pun mimpi Rasulullah berkata, “Bukankah engkau telah berjanji hanya memuji Allah dan Rasul-Nya?! Aku akan memotong tanganmu…”
Kemudian datanglah Sayidina Abubakar r.a. meminta syafaat untuknya dan dikabulkan oleh Rasulullah. Ketika ia terbangun dari tidurnya, ia pun langsung bertobat. Kemudian ia melihat di tangannya terdapat tanda bekas potongan dan keluar cahaya dari situ.
Habib Salim mengatakan bahwa Burdah ini sangat mujarab untuk mengabulkan hajat-hajat kita dengan izin Allah. Namun terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. Yaitu mempunyai sanad ke Imam Busyiri, mengulangi bait ‘maula ya solli wa sallim…’, berwudhu, menghadap kiblat, memahami makna bait-bait, dibaca dengan himmah yang besar, beradab, memakai wewangian.
Khusus tentang memakai wewangian ini, Habib Salim mengatakan, ‘Tidak seperti orang sekarang, membaca Burdah namun badannya bau rokok. Padahal salaf telah sepakat untuk mengharamkan rokok.’
Di akhir ceramah beliau, Habib Salim menyampaikan bahwa jika seseorang tidak berjalan di thoriqoh aslaf maka dikhawatirkan tiga hal. Pertama, umurnya pendek. Kedua, Hidup dalam keadaan bingung/akalnya gila. Ketiga, tak akan dihargai masyarakat.
(Disampaikan di Majlis Burdah Hb Syekh Alaydrus Jl. Ketapang Kecil Surabaya)

Akibat Berbuat Maksiat

Akibat Berbuat Maksiat
Mumu Bsa 1. Janganlah memandang kecil kesalahan (dosa) tetapi pandanglah kepada siapa yang kamu durhakai. (HR. Aththusi)

2. Perbuatan dosa mengakibatkan sial terhadap orang yang bukan pelakunya. Kalau dia mencelanya maka bisa terkena ujian (cobaan). Kalau meng
gunjingnya dia berdosa dan kalau dia menyetujuinya maka seolah-olah dia ikut melakukannya. (HR. Ad-Dailami)

3. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Tiada dua orang saling mengasihi lalu bertengkar dan berpisah kecuali karena akibat dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya. (HR. Ad-Dailami)

4. Celaka orang yang banyak zikrullah dengan lidahnya tapi bermaksiat terhadap Allah dengan perbuatannya. (HR. Ad-Dailami)

5. Barangsiapa mencari pujian manusia dengan bermaksiat terhadap Allah maka orang-orang yang memujinya akan berbalik mencelanya. (Ibnu Hibban)

6. Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya. (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)

7. Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Allah telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasulullah membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yang berbunyi : "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Mashabih Assunnah)

8. Apabila suatu kesalahan diperbuat di muka bumi maka orang yang melihatnya dan tidak menyukainya seolah-olah tidak hadir di tempat, dan orang yang tidak melihat terjadinya perbuatan tersebut tapi rela maka seolah-olah dia melihatnya. (HR. Abu Dawud)

9. Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah karena takut kepada Allah maka ia akan memperoleh keridhoan Allah. (HR. Abu Ya'la)

10. Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)

11. Jangan menyiksa dengan siksaan Allah (artinya: menyiksa dengan api). (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

12. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya (di dunia) dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat. (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

13. Apabila kamu menyaksikan pemberian Allah dari materi dunia atas perbuatan dosa menurut kehendakNya, maka sesungguhnya itu adalah uluran waktu dan penangguhan tempo belaka. Kemudian Rasulullah Saw membaca firman Allah Swt dalam surat Al An'am ayat 44 : "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu, mereka terdiam berputus asa." (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

14. Sayyidina Ali Ra berkata: "Rasulullah menyuruh kami bila berjumpa dengan ahli maksiat agar kami berwajah masam." (HR. Ath-Thahawi)

15. Bagaimana kamu apabila dilanda lima perkara? Kalau aku (Rasulullah Saw), aku berlindung kepada Allah agar tidak menimpa kamu atau kamu mengalaminya. (1) Jika perbuatan mesum dalam suatu kaum sudah dilakukan terang-terangan maka akan timbul wabah dan penyakit-penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang terdahulu. (2) Jika suatu kaum menolak mengeluarkan zakat maka Allah akan menghentikan turunnya hujan. Kalau bukan karena binatang-binatang ternak tentu hujan tidak akan diturunkan sama sekali. (3) Jika suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan maka Allah akan menimpakan paceklik beberapa waktu, kesulitan pangan dan kezaliman penguasa. (4) Jika penguasa-penguasa mereka melaksanakan hukum yang bukan dari Allah maka Allah akan menguasakan musuh-musuh mereka untuk memerintah dan merampas harta kekayaan mereka. (5) Jika mereka menyia-nyiakan Kitabullah dan sunah Nabi maka Allah menjadikan permusuhan di antara mereka. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

16. Tiada seorang berzina selagi dia mukmin, tiada seorang mencuri selagi dia mukmin, dan tiada seorang minum khamar pada saat minum dia mukmin. (Mutafaq'alaih)

Penjelasan:
Ketika seorang berzina, mencuri dan minum khamar maka pada saat itu dia bukan seorang mukmin.

17. Aku beritahukan yang terbesar dari dosa-dosa besar. (Rasulullah Saw mengulangnya hingga tiga kali). Pertama, mempersekutukan Allah. Kedua, durhaka terhadap orang tua, dan ketiga, bersaksi palsu atau berucap palsu. (Ketika itu beliau sedang berbaring kemudian duduk dan mengulangi ucapannya tiga kali, sedang kami mengharap beliau berhenti mengucapkannya). (Mutafaq'alaih)

18. Rasulullah Saw melaknat orang yang mengambil riba, yang menjalani riba dan kedua orang saksi mereka. Beliau bersabda: "Mereka semua sama (berdosanya)". (HR. Ahmad)

19. Ada empat kelompok orang yang pada pagi dan petang hari dimurkai Allah. Para sahabat lalu bertanya, "Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?" Beliau lalu menjawab, "Laki-laki yang menyerupai perempuan, perempuan yang menyerupai laki-laki, orang yang menyetubuhi hewan, dan orang-orang yang homoseks. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

20. Tiap minuman yang memabukkan adalah haram (baik sedikit maupun banyak). (HR. Ahmad)

21. Allah menyukai keringanan-keringanan perintahNya (rukhsah) dilaksanakan sebagaimana Dia membenci dilanggarnya laranganNya. (HR. Ahmad)

22. Ada tiga jenis orang yang diharamkan Allah masuk surga, yaitu pemabuk berat, pendurhaka terhadap kedua orang tua, dan orang yang merelakan kejahatan berlaku dalam keluarganya (artinya, merelakan isteri atau anak perempuannya berbuat serong atau zina). (HR. An-Nasaa'i dan Ahmad)

Taubat dan Istighfar

Taubat dan Istighfar
1. Penyesalan adalah suatu taubat. (HR. Abu Dawud dan Al Hakim)

2. Iblis berkata kepada Robbnya, "Dengan keagungan dan kebesaranMu, aku tidak akan berhenti menyesatkan bani Adam selama mereka masih bernyawa." Lalu Allah berfirman: "Dengan keagungan da
n kebesaranKu, Aku tidak akan berhenti mengampuni mereka selama mereka beristighfar". (HR. Ahmad)

3. Semua anak Adam pembuat kesalahan, dan sebaik-baik pembuat kesalahan ialah mereka yang bertaubat. (HR. Addarami)

4. Sesungguhnya Allah menerima taubat hambaNya selama nyawa belum sampai ke tenggorokan. (HR. Ahmad)

5. Sesungguhnya Allah merentangkan tanganNya pada malam hari memberi kesempatan taubat bagi pelaku kesalahan pada siang hari dan merentangkan tanganNya pada siang hari memberi kesempatan taubat bagi pelaku kesalahan pada malam hari, sampai kelak matahari terbit dari Barat (hari kiamat). (HR. Muslim)

6. Sesungguhnya Allah menyukai seorang hamba mukmin yang terjerumus dosa tetapi bertaubat. (HR. Ahmad)

7. Apabila kamu melakukan dosa maka lakukanlah pula taubat. Apabila (dosa itu) dirahasiakan maka taubatnya juga dirahasiakan dan apabila dosa itu terang-terangan maka taubatnya pun terang-terangan pula. (HR. Ad-Dailami)

8. Tiada sesuatu yang lebih disukai Allah daripada seorang pemuda yang bertaubat. (HR. Ad-Dailami)

9. Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak menyandang dosa. (HR. Ath-Thabrani)

10. Tidak menjadi dosa besar sebuah dosa bila disertai dengan istighfar dan bukan dosa kecil lagi suatu perbuatan bila dilakukan terus menerus. (HR. Ath-Thabrani)

Penjelasan:
Dosa kecil apabila dilakukan terus-menerus akan menjadi dosa besar.

11. Puncak istighfar ialah ucapan seorang hamba:

"Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tiada Tuhan kecuali Engkau. Engkau Penciptaku dan aku hambaMu yang tetap dalam kesetiaan dan janjiku sepanjang kemampuanku. Aku kembali kepada-Mu dengan kenikmatan dan kembali kepada-Mu dengan dosaku. Maka ampunilah aku. Sesungguhnya tiada pengampun dosa-dosa kecuali Engkau."

Rasulullah bersabda: "Barangsiapa mengucapkan doa itu dengan penuh keyakinan pada siang hari dan ternyata wafat pada hari itu sebelum senja maka dia tergolong penghuni surga. Barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dengan penuh keyakinan dan wafat sebelum subuh maka dia tergolong penghuni surga pula." (HR. Bukhari)

12. Sesungguhnya Allah menurunkan kepadaku dua keselamatan bagi umatku. Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada diantara mereka dan Allah tidak akan mengazab mereka sedang (mereka) beristighfar (minta ampun), bila aku (Nabi Saw) pergi (tiada) maka aku tinggalkan bagimu istighfar sampai hari kiamat. (HR. Tirmidzi)

13. Seusai shalat (fardhu) Rasulullah Saw beristighfar kepada Allah tiga kali, lalu berkata:

"Ya Allah, Engkau maha pemberi ketentraman dan perdamaian. Dari Engkau lah datangnya ketentraman dan perdamaian, wahai Tuhan yang maha memiliki keagungan dan kemuliaan." (HR. Muslim)

14. Seorang yang berbuat dosa lalu membersihkan diri (wudhu atau mandi), kemudian ia shalat dan memohon pengampunan Allah maka Allah akan mengampuni dosanya. Setelah berkata demikian Rasulullah mengucapkan firman Allah surat Ali Imran ayat 135: "Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji mereka itu sedang mereka mengetahui." (HR. Bukhari dan Muslim)

15. Barangsiapa memperbanyak istighfar maka Allah akan membebaskannya dari kedukaan dan memberinya jalan ke luar bagi kesempitannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duganya. (HR. Abu Dawud)

16. Apabila kamu tidak pernah berbuat dosa maka Allah Tabaroka Wata'ala akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian Allah mengampuni mereka. (HR. Muslim)

Kezaliman

Kezaliman
1. Jauhilah kezaliman, sesungguhnya kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Jauhilah kekikiran, sesungguhnya kekikiran telah membinasakan (umat-umat) sebelum kamu, mereka saling membunuh dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan. (HR. Bukhari)

2.
Barangsiapa berjalan bersama seorang yang zalim untuk membantunya dan dia mengetahui bahwa orang itu zalim maka dia telah ke luar dari agama Islam. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

3. Do'anya seorang yang dizalimi terkabul meskipun dia orang jahat dan kejahatannya menimpa dirinya sendiri. (HR. Ahmad)

4. Waspadalah terhadap do'a orang yang dizalimi. Sesungguhnya antara dia dengan Allah tidak ada tabir penyekat. (HR. Mashabih Assunnah)

5. Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menangguhkan azabnya terhadap orang zalim dan bila mengazabnya tidak akan luput. Kemudian Rasulullah membacakan doa dalam surat Hud ayat 102: "Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras." (HR. Muslim)

6. Allah Azza Wajalla berfirman (hadits Qudsi): "Dengan keperkasaan dan keagunganKu, Aku akan membalas orang zalim dengan segera atau dalam waktu yang akan datang. Aku akan membalas terhadap orang yang melihat seorang yang dizalimi sedang dia mampu menolongnya tetapi tidak menolongnya." (HR. Ahmad)

7. Kebaikan yang paling cepat mendapat ganjaran ialah kebajikan dan menyambung hubungan kekeluargaan, dan kejahatan yang paling cepat mendapat hukuman ialah kezaliman dan pemutusan hubungan kekeluargaan. (HR. Ibnu Majah)

8. Bila orang-orang melihat seorang yang zalim tapi mereka tidak mencegahnya dikhawatirkan Allah akan menimpakan hukuman terhadap mereka semua. (HR. Abu Dawud)

9. Barangsiapa menzalimi orang lain terhadap sejengkal lahan maka kelak dia akan dililit dengan tujuh bumi. (HR. Bukhari dan Muslim)

Rahmat Allah

Rahmat Allah
1. Orang yang belas kasihan akan dikasihi Arrahman (Yang Maha Pengasih), karena itu kasih sayangilah yang di muka bumi, niscaya kamu dikasih-sayangi mereka yang di langit. (HR. Bukhari)

2. Allah Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi): "RahmatKu mendahu
lui murkaKu." (HR. Muslim)

3. Tiada dicabut rahmat kecuali dari (hati) seorang pendurhaka. (HR. Abu Dawud)

4. Barangsiapa tidak mengasihi dan menyayangi manusia maka dia tidak dikasihi dan tidak disayangi Allah. (HR. Bukhari)

5. Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah akan memberinya maaf pada hari kesulitan. (HR. Ath-Thabrani)

6. Pengampunan Allah lebih besar dari dosamu. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

7. Allah Azza Wajalla merahasiakan dosa hambanya di dunia dan merahasiakannya pula di akhirat. (HR. Muslim).

8. Seorang masuk surga bukan karena amalnya tetapi karena rahmat Allah Ta'ala. Karena itu bertindaklah yang lurus (baik dan benar). (HR. Muslim)

Jumat, 02 Oktober 2015

Kalam Ustadzah Halimah Al Aydrus Juli 2012

" Sesungguhnya Allah memandang hamba2- Nya pada malam nisfu sya'ban lalu Dia mengampuni yang beriman, membiarkan yang tidak beriman, dan melewatkan -dari ampunan- orang yang masih menyimpan dendam sampai mereka mau memaafkan "
( hadits Nabi diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Hibban dan Ibnu abi Syaibah )
Begitu indah kalam-Mu
Begitu indah sifat-Mu
Begitu indah kasih-Mu
Begitu indah nama-Mu
Begitu indah anugrah-Mu
Begitu indah-Mu..
Tuhanku..
Dan, Begitu seringnya kami -hamba-Mu-
lalai akan hal itu.

Malam ini malam mulia. Dan sama seperti lainnya, kemuliaannya baru akan kau dapat jika engkau memuliakannya.
Ya Allah.. Tatkala Kau pandang hamba2 pilihan-Mu malam mulia ini dan Kau hujani mereka dengan ampunan. Mohon.. Aku jangan terlewatkan..
Telah lewat purnama sya'ban.
Kini,
Menunggu sabit Ramadhan
Dengan tak sabaran
Tak sabar menunggumu..
Selayak kemarau menanti penghujan.
Semisal petani menunggu panenan.
Ramadhan..
Kutunggu gerimis cahayamu menerpaku..
Masalahnya ada pada menjadikan hidup untuk Allah, lalu tak lagi beda apakah masih di pesantren atau sdh keluar darinya
(pesantren-jatim)
Sepertinya sudah saatnya bagi kita.
Membawa kapak Ibrahim
Hancurkan berhala2 cinta dunia
Yang kita puja
Dalam diri kita
Jangan pernah berkata nabi Muhammad telah tiada. Itu sama saja dengan berkata bahwa matahari tak lagi menyinari bumi ini
Dengan hati yg tunduk, air mata yg mengalir, dan nafsu yg terkendali. Dengan itulah seharusnya kau jelang ramadhanmu
( hb Ali Aljufri )
Orang yg bisa membicarakan aib orang lain di hadapanmu, akan bisa menyampaikan aibmu di hadapan orang lain.
( Hasan Albashri )
Engkaulah Teman dalam bepergianku, Engkaulah yg kutinggalkan untuk keluargaku. dan tak ada yg melakukan keduanya dalam satu waktu selain-Mu.
Pintu kebaikan ada di hadapanmu. Kuncinya ada di tanganmu. Yang kamu perlukan hanya mulai bergerak menujunya tanpa ragu.
" Yang paling menentukan dalam hidup ini adalah nasib,
dan nasib itu dalam aturan Allah.
Maka, Nak...
kalau ingin nasib hidupmu baik,
jangan pernah tinggalkan aturan Allah. "
( nasihat Abah semasa kecilku )
" yang di saudi ramadhannya besok. Kita kapan?? " kata temanku. " kamu juga besok, kalo kamu lagi ada di saudi "
" Siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan ( tgl 30 syaban sementara ada yang mengatakan sudah masuk 1 ramadhan tanpa terlihat hilal ) maka dia telah durhaka kepada Abul qosim ( Nabi Muhammad SAW )
( hadits shohih riwayat turmudzi dan lainnya )
مرحبا يا رمضان
مرحبا شهرالصيام،
نسأل الله الرحمن
رحمة على الدوام
بجاه رسول الله
نسأله حسن الختام
محمد نورالله
محوت كل الظلام
هويت وصف الكمال
أجمع ما لا يرام
أنت شا فعنا
وأنت بدر التمام
نبغ منك الشفاعة
في يوم الزحام
عليك صلاة الله
وسلامه التمام
وعلى ال وصحبك
على مر الايام.
طالبة دعاؤكم.
ima habsyi-solo

Di malam pertama ramadhan Allah pandang hamba-Nya dengan pandangan cinta.. Ya Allah.. Jangan halangkan kami darinya..
Saudariku..
Allah izinkanmu mengingatNya tiap waktu bahkan saat sholat dan puasa tak diperkenankan untukmu.
Sebab hatimu tidak pernah haid..
Dipertemukan dgn ramadhan adalah bersimpuh di pintu-Nya.
Mengetuk2 rahmat sebulan penuh.
Jika bersungguh2,
Engkau akan dibukakan-Nya pintu.
Siapakah gerangan mereka ?
Yang baru puasa sehari saja telah ditetap bebas neraka, dipandang dengan cinta, dipakaikan pakaian takwa??
Pertemuan pertamaku di kajian muslimah mihrab qolby dengan ustadzah memberikan 1 kesan yang membuat saya selalu ingin berjumpa & mendengarkan tausiyah dari ustadzah.
Nasihat ustadzah yang insya ALLAH tidak akan pernah saya lupakan...
"Jika ingin memiliki hati yang besar & hati yang luas, maka hadirkanlah sesuatu yang besar itu dalam hatimu. Dan tak ada sesuatu yang lebih besar dari apapun selain ALLAH SWT. Hadirkanlah ALLAH selalu dalam hatimu, niscaya kau akan memiliki hati yang besar..hati yang luas.
Dan hati yang paling luas yang bahkan lebih luas dari samudera yang pernah ada adalah hati Nabi Muhammad...Rasulullah SAW.."
Sesuatu yang telah hiang akhirnya kembali lagi setelah mendengarkan tausiyah dari ustadzah.
Terimakasih ustadzah..saya berharap bisa mendengarkan kajian ustadzah lagi, berharap untuk bisa hadir di setiap kajian ustadzah.
Semoga ALLAH selalu memberikan cinta,kasih sayang,rahmat & ridho-NYA untuk ustadzah..
Dan semoga ALLAH mengizinkan saya untuk bisa menghadiri kajian ustdzah.
Aamiin..
Salam rindu dari saya untuk ustadzah.. :'(


Wahai Engkaulah pengabul hajat hamba-Mu.
Kabulkan hajatku, ya Allah..
Dan hajatku adalah agar aku tidak memiliki hajat kecuali Engkau.
pengguna twitter bisa membaca tulisan saya di twitter juga dengan nama halimah alaydrus
Kawan,
Diam gerakmu tercatat.
Ucap dan tingkahmu tak hilang.
Semua ada
Untuk memenuhi entah
timbangan kebaikanmu ataukah keburukan.


  • asslkum ustadzah,mohon dijelaskan beda masjid dan musholla?ditempat mengajar setiap jum'at sy harus membimbing anak2 sholat di mushola,bgmana jika sdg haidh berada dimushola?trmksh ustadzah
  • Halimah Alaydrus dalam istilah fiqih tidak ada perbedaan antara masjid dan musholla, perbedaannya justru ada dalam istilah masyarakat kita. kalau dipakai sholat jumat disebut masjid, kalau tidak disebut musholla. padahal sebenarnya dalam fiqih semuanya disebut masjid. jika dipakai sholat jumat namanya masjid jami'. maka musholla sebenarnya dalam hukum masjid dalam kesunnahan i'tikaf dan tidak bolehnya perempuan haidh masuk di dalamnya. sebaiknya masjid ataupun musholla yang mengadakan pengajaran alquran dan dipakai TPA atau TKA menggunakan ruangan lain bukan bagian dari masjid atau halaman terutama jika masjid atau musholla tsb mempekerjakan ustadzah. itu jauh lebih aman.See Translation
  • Lily Aisyah
  • Lily Aisyah afwan ustadzah,sy pun mngajar di TPA yg btmpat dberanda masjid..mjd jelas krn jwbn ustadzah..trmksh.
  • Salsabila Al Kaaf
  • Salsabila Al Kaaf Ustd, praktek mengajar di masjid dan musholla sudah banyak sekali. Dan itu diurus oleh lembaga besar yang rumit, kadang sulit untuk merubah tempat. Kita bisa pakai proposal, tapi nanti mereka bakal ngasih argumen lain, biasanya mereka pakai alasan doruroh, niat belajarnya, atau kualitas pembalut sekarang yg tidak memungkinkan mengotori masjid, boleh saya tau dalil-nya ga ustd untuk melengkapi argumen kita? Syukron ^^
  • Ulfa Nurjanah
  • Ulfa Nurjanah syukron ustadzah atas jawabanya,barokallahu fiikSee Translation

Kemenangan itu bukan mengalahkan yang di luar. Tapi mengalahkan hawa nafsu yg bergejolak di jiwamu. Menanglah dari keinginannya tiap waktu.