Selasa, 10 Mei 2016

Mengenal Imam Syafi'i [Oleh Habib Novel bin Muhammad Al Aydrus]

link kajian
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, para pemirsa dimana pun anda berada. Alhamdulillah segala puji syukur bagi Allah hingga saat ini Allah memberi kita kesehatan dan kekuatan iman sehingga kita dapat terus mengabdi kepada Allah subhanahu wata'ala. Semoga sebagaimana kita diberi kekuatan untuk tetap melanjutkan iman kita, ibadah kita, kita pun kelak diakhiri usia kita oleh Allah subhanahu wata'ala dengan husnil khotimah. Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, alhamdulillah kita memiliki rasa cinta kepada orang-orang sholeh di hati kita. Rasa cinta kepada orang sholeh ini merupakan salah satu nikmat dari sekian banyak nikmat Allah yang seringkali kita lupa untuk mensyukurinya. Tidak semua orang mendapatkan kenikmatan ini. Tidak semua orang mampu mencintai orang-orang yang sholeh. Jika Allah menakdirkan, jika Allah memberi taufiq hati kita untuk mencintai kaum sholihin, maka itu pertanda yang insyaa Allah kita termasuk orang-orang yang disiapkan tempatnya di surga Allah subhanahu wata'ala. Anda mungkin bertanya, bagaimana saya dapat menyatakan pernyataan seperti ini? Pernyataan seperti ini saya ambil berdasarkan hadits Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi washohbihi wasallam dimana Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi washohbihi wasallam dalam haditsnya bersabda, "Almar-u ma'a man ahab". Dalam hadits yang lain beliau bersabda, "Yuhsyarul mar-u ma'a man ahab". "Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya". "Seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintainya. Artinya, jika kita cinta kepada Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alai wasallam, jika kita cinta kepada para shahabat rodhiyallahu ta'ala 'anhum, jika kita cinta kepada para auliya' washsholihin, maka insyaa Allah kita akan dikumpulkan bersama mereka di jannatul firdaus, di surga yang paling tinggi bersama Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi washohbihi wasallam. Oleh karena itu, rasa cinta ini hendaknya kita pupuk, rasa cinta ini hendaknya kita sirami, sehingga tumbuh mengakar dengan kuat dan membuahkan hasil sebaik-baiknya.
*mohon maaf apabila ada salah tulis

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, jika kita pelajari Al-Qur'an, maka kita akan melihat begitu banyak kisah-kisah kehidupan kaum sholihin, kisah-kisah kehidupan para Nabi, para Rosul, para wali yang diceritakan, disampaikan oleh Allah subahahu wata'ala kepada Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Allah mewahyukan, "Wakullan naqushshuu min anbaa-i(r) rusuli maa nutsabbitu bihii fu-aadak"..."maa nutsabbitu bihi fu-aadak" (Hud: 120). "Dan kisah-kisah para Rosul itu, Kami sampaikan kepada engkau wahai Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam adalah yang dengannya, kami memperteguh hatimu". Hati Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, hati yang terbaik dari seluruh makhluk Allah subhanahu wata'ala oleh Allah masih diperteguh, diperkuat dengan kisah-kisah kehidupan para Rosul, para Nabi, para wali, dan kaum sholihin. Kita lihat di Al Qur'an, ada kisah Nabi Nuh, ada kisah Nabi Musa, ada kisah Nabi Isa, ada kisah Nabi Ibrohim, ada kisah Nabi Isma'il, dan lain sebagainya. Kita juga melihat kisah kaum sholihin, seperti kisah ash-habul kahfi, kemudian kita juga melihat kisahnya sayyidatuna Maryam. Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu ta'ala, kalo kita melihat juga dalam hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, maka kita akan melihat Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam begitu banyak menceritakan kehidupan orang-orang yang sholeh sebelum Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam kepada para shahabat. Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam meneladani Al-Qur'an. Beliau sampaikan kepada para shahabat, "kaana 'abidan..."..."dahulu ada seorang ahli ibadah di Bani Isro'il..."..."dahulu ada seorang ulama' di Bani Isro'il..."dahulu ada orang ini di Bani Isroil...". Bahkan, terkadang Rosul menyebutkan namanya dengan jelas, "dulu ada seorang yang bernama Juraits...". Rosul ceritakan ini kepada para shahabat. Kisah-kisah kaum sholihin ini sangat bermanfaat kalo kita ceritakan kepada keluarga kita, kita ceritakan kepada anak kita, kita ceritakan kepada istri kita, kepada teman kita, dan kita ceritakan kepada diri kita sendiri, maka akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Karena itu, marilah kita bersama-sama mempelajari kehidupan orang-orang yang sholeh. Dan pada kesempatan yang mulia ini, insyaa Allah, saya akan menyampaikan sekelumit, sepenggal kehidupan dari salah seorang ulama' yang namanya tersebar di alam ini, yaitu Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i rohumahullah. Imam Syafi'i rohimahullah yang madzhabnya diikuti oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia ini dan madzhabnya tersebar di berbagai belahan dunia. Imam Syafi'i ini adalah Imam dari salah seorang Imam dari empat madzhab yang nasab beliau masih bertemu dengan Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam pada kakek Rosul yang bernama Abdu Manaf. Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, mari kita bersama-sama mempelajari kehidupan Imam Syafi'i.
*mohon maaf apabila ada salah tulis

Imam Syafi'i lahir pada abad ke-2, yaitu pada tahun 150 Hijriyah. Hari dimana Imam Syafi'i lahir, kebetulan bertepatan dengan hari wafatnya seorang Imam besar, yaitu Imam Abu Hanifah, sehingga para ulama' mengatakan. Malam ini telah wafat seorang Imam dan lahir seorang Imam. Kemudian, selang beberapa waktu tidak lama dari lahirnya Imam Syafi'i rohimahullah, ayah Imam Syafi'i tercinta meninggalkan dunia yang fana ini, sehingga Imam Syafi'i tumbuh sebagai salah seorang anak yatim. Saat itu, Imam Syafi'i dilahirkan di kota Gaza, Palestina, yang jauh dari keluarganya yang ada di Mekkah, jauh dari pamannya, jauh dari bibinya, jauh dari sanak kerabatnya. Sang ibu yang miskin, sang ibu yang kurang mampu, melihat anaknya yang yatim ini tak sampai hati jika anaknya harus tinggal di kota Gaza jauh dari keluarganya dalam kehidupan yang papa, dalam kehidupan yang sangat sederhana. Oleh karena itu, ibu yang penuh cinta ini pun mengambil inisiatif untuk membawa Imam Syafi'i kembali ke kota Mekkah, maka pada saat Imam Syafi'i berusia dua tahun atau kurang lebih hampir dua tahun, sang ibu membawa Imam Syafi'i kembali ke kota Mekkah. Di sanalah Imam Syafi'i belajar dengan giat, dengan tekun untuk akhirnya beliau menjadi seorang ulama' besar. Perjuangan Imam Syafi'i untuk menjadi ulama' besar bukan begitu saja. Perjuangan yang berat, perjuangan yang benar-benar dengan segenap tenaga. Saya akan coba nukilkan bagaimana perjuangan Imam Syafi'i di dalam menuntut ilmu.
Imam Syafi'i rohimahullah seorang yang miskin sebagaimana kita ketahui, di masa itu, harga kertas sangat mahal. Imam Syafi'i sebagai seorang pelajar butuh kepada alat tulis, butuh kepada kertas, kalo sekarang butuh kepada buku, butuh kepada bolpen, dan lain sebagainya. Tetapi, kemiskinan Imam Syafi'i ini membuat beliau tidak mampu membeli selembar kertas sekalipun, tapi beliau tidak patah semangat, tetapi beliau tidak putus semangat, justru ini semakin memacu semangat beliau untuk menjadi orang yang berguna bagi agama, bagi masyarakat, dan bangsa, maka Imam Syafi'i ini pun mengambil pecahan-pecahan tembikar, mengambil pelepah-pelepah kurma, mengambil tulang belulang. Beliau kumpulkan. Kemudian saat beliau menghadiri majlis ilmu, saat beliau menghadiri suatu pengajian, ilmu-ilmu yang beliau dapat, beliau catat di tulang belulang, beliau catat di lembaran-lembaran pelepah kurma, beliau catat di pecahan-pecahan tembikar. Beliau mengikuti jejak para shahabat rodhiyallahu ta'ala 'anhum yang mereka juga menulis hadits-hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam di lembaran-lembaran pelepah kurma, di tulang-tulang. Hari demi hari berlalu demikian terus. Imam Syafi'i menulis apa yang beliau dapatkan di dalam tulang belulang tersebut. Setelah itu, setiap hari, apa yang beliau tulis, beliau bawa pulang sampai di rumah, diletakkan di dalam sebuah guci yang besar. Karena begitu banyak catatan-catatan Imam Syafi'i yang menunjukkan beliau sangat bersemangat dalam menuntut ilmu. Guci yang besar itu pun akhirnya tidak memuat lagi. Tulang belulang, pecahan tembikar yang dikumpulkan oleh Imam Syafi'i di dalamnya.

Beginilah Imam Syafi'i belajar, sehingga pada usia 7 tahun Imam Syafi'i menjadi seorang bocah yang telah hafal Al Qur'an, hapal dengan benar-benar bacaannya dengan tajwidnya, paham tafsirnya, hapal dengan sangat sempurna. Karena apa? Karena beliau adalah seorang yang benar-benar ingin mempelajari agama Allah subhanahu wata'ala. Tumbuh di lingkungan para ulama', pamannya adalah para ulama', masyarakat sekitarnya orang-orang yang gemar menuntut ilmu. Demikianlah Imam Syafi'i belajar Al Qur'an terus, belajar Al Qur'an terus. Beliau bukan cuman menghapalkannya, bahkan dikenal beliau adalah seorang pemuda yang suaranya jika membaca Al Qur'an, lembut menyentuh hati. Suaranya merdu, enak untuk didengarkan. Suaranya mampu mengingatkan orang-orang itu kepada Allah subahanahu wata'ala. Kita pun akan teringat kepada hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam ketika beliau menjelaskan kekasih-kekasih Allah, siapa mereka? Mereka itu adalah orang-orang idzar-u dzukirollah. Orang-orang yang apabila dipandang wajahnya, maka akan mengingatkan kita kepada Allah subhanahu wata'ala. Itulah Imam Syafi'i semenjak kecil, sehingga orang-orang yang ada di kota Makkah mengatakan, "dahulu jika kami ingin menangis...jika ingin menangis karena Allah, kami akan mendatangi pemuda dari suku Abdul Mutholib, yaitu Imam Syafi'i. Kami akan datang kepada beliau, meminta beliau untuk membacakan Al Qur'an dan ketika beliau membacakan Al Qur'an, maka mulailah kami meneteskan air mata. Air mata kami mengalir tanpa terasa". Kemudian mulailah orang-orang yang ada di depan Imam Syafi'i, satu demi satu berjatuhan pingsan karena apa? Karena khusyuk mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an yang dibaca oleh Imam Syafi'i, bahkan sebagian besar yang hadir saat itu mereka menangis terisak-isak, sebagian pun menjerit histeris. Jika sudah seperti ini yang terjadi, maka Imam Syafi'i rohimahullah, menghentikan bacaannya. Rohmatan. Karena Imam Syafi'i sayang kepada mereka semua.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, beginilah Imam Syafi'i. Beliau bukan cuman paham artinya, bukan cuman khusyu' dalam membacanya, tapi beliau juga mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengenai bacaan Qur'an Imam Syafi'i, maka kita akan takjub karena beliau setiap hari khatam Al-Qur'an. Beliau khatamkan Al-Qur'an itu setiap hari sekali. Lalu, bagaimana dengan kita? Ini di hari-hari yang biasa. Jika di bulan Romadhon, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam dianjurkan kita kalo di bulan Romadhon untuk memperbanyak amal, maka Imam Syafi'i pun kalo di bulan Romadhon memperbanyak amal sholehnya. Di hari-hari biasa, beliau cuman baca Al-Qur'an setiap hari khatam sekali. Kalo di bulan Romadhon, beliau khatam satu hari dua kali dan semuanya dalam sholat, sehingga kalo Romadhonnya itu 30 hari, dalam satu bulan penuh beliau khatam 60 kali. Lalu, coba kita bandingkan dengan kita semua. Siapakah di antara kita yang satu hari khatam Al-Qur'an? Siapakah di antara kita yang tiga hari khatam Al-Qur'an? Siapakah di antara kita yang mungkin seminggu sekali khatam Al-Qur'an? Siapakah di antara kita yang mungkin sebulan sekali khatam Al-Qur'an? Atau mungkin banyak di antara kita yang mungkin setahun sekali pun belum khatam Al-Qur'an? Mari kita contoh Imam Syafi'i perhatian di dalam Al-Qur'an. Tidak mungkin seseorang dapat menjadi ulama' jika dia tidak memiliki perhatian yang besar terhadap Al-Qur'an, wahyu Allah subhanahu wata'ala, surat yang diturunkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya, dialog dengan Allah subhanahu wata'ala, kalimat-kalimat Allah subhanahu wata'ala. Begitu manisnya Al-Qur'an. Jika kita ingin menjadi orang-orang yang sholeh, jika kita ingin menyucikan dosa-dosa kita, mari kita banyak baca Al-Qur'an, insyaa Allah sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, untuk setiap huruf dari apa yang kita baca, maka untuk setiap huruf itu adalah hasanah, satu kebajikan, dan satu kebajikan dibalas oleh Allah sepuluh kali lipat. "Aku tidak mengakatakan", kata Rosul, "Alif itu adalah...e...Alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif harfun, lam harfun, mim harfun". Jika kita mengucapkan "Alif lam mim", itu bukan satu huruf, melainkan tiga huruf. Sekedar itu kita dapatkan 30 pahala. Lalu, bagaimana jika satu hari kita baca 100 ayat? Jika satu hari kita baca satu juz? Atau satu hari kita khatam Al-Qur'an? Berapa banyak pahala yang akan kita dapatkan di sisi Allah subhanahu wata'ala? Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, beginilah Imam Syafi'i. Usia 7 tahun khatam Al-Qur'an, hafal Al-Qur'an, membacanya setiap hari hingga khatam setiap hari, sehingga perhatian Imam Syafi'i bukan cuman pada Al-Qur'an, beliau ahli bahasa. Beliau belajar bahasa dari pedalaman-pedalaman Arab, dari suku Fudail dan lain sebagainya, sehingga dalam pengetahuan Imam Syafi'i tentang ayat Al-Qur'an, tentang hadits sesuai yang dipahami oleh para shahabat rodhiyallahu ta'ala 'anhum karena beliau mempelajari bahasa arab yang masih asli, bahasa arab yang belum tercampur dengan bahasa-bahasa yang lain.

Perhatian Imam Syafi'i sebagai umat Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam tidak terbatas pada Al-Qur'an. Sebagai seorang pecinta Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, sebagaimana kita ketahui seorang pecinta akan senang mendengarkan ucapan kekasihnya, seorang pecinta akan senang mengucapkan ucapan kekasihnya, seorang pecinta akan senang menyebut nama kekasihnya, maka Imam Syafi'i rohimahullah senang menyebut nama Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, Imam Syafi'i suka mendengar ucapan-ucapan Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, Imam Syafi'i rohimahullah juga suka menghafal ucapan Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi wasallam sebagaimana beliau suka menghafal wahyu-wahyu Allah subhanahu wata'ala, sehingga Imam Syafi'i mengatakan, "aku ingin umat ini memperbanyak sholawat kepada Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi washohbihi wasallam". Para pemirsa yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, dalam pada saat Imam Syafi'i menginjak usia 10 tahun, beliau telah hafal kitab Hadits yang ditulis oleh Imam Malik bin Anas, Imam ahlul Madinah, yaitu kitab Al Muwaththo'. Kitab Al Muwaththo' yang besar itu yang tebal itu beliau hafalkan saat beliau berusia 10 tahun. Inilah salah satu bukti cintanya Imam Syafi'i kepada Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi washohbihi wasallam. Kemudian, setelah Imam Syafi'i menginjak usia 13 tahun, beliau berangkat ke kota Madinah untuk menuntut ilmu kepada Imam Malik. Sudah menjadi kebiasaan, orang-orang di zaman tabi'in dan tabi'it tabi'in, para ulama' tempo dulu, para ulama' salaf, mereka senantiasa menuntut ilmu dari para ulama', mereka belajar langsung dari guru ke guru, mencontoh apa yang dilakukan oleh Rosul kepada para shahabat. Rosul mendidik para shahabat secara langsung. Para shahabat mendidik para tabi'in secara langsung. Para tabi'in mendidik para tabi'it tabi'in secara langsung. Begitulah metode pendidikan dahulu, sehingga benar-benar barokah. Orang-orang dahulu jika mau belajar sesuatu, mereka datangi gurunya, meskipun jauhnya itu jaraknya ribuan kilo, meskipun harus pergi ke luar negeri, seperti Imam Syafi'i, beliau ingin menuntut ilmu dari Imam Malik bin Anas. Kitab Muwaththo' ada, beliau telah hafal kitab Hadits, tetapi tidak merasa cukup dengan menghafalkan hadits yang berasal dari Imam Malik, tetapi beliau ingin mendatangi bagaimana guru-guru ini menjelaskan hadits langsung dari lisannya. Maka usia 13 tahun, Imam Syafi'i berangkat ke kota Madinah, kota Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, kotanya manusia yang paling dicintai oleh Allah subhanahu wata'ala. Tibalah beliau di masjid Nabawi. Saat itu Imam Malik rohimahullah sedang menyampaikan hadits-hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam kepada murid-muridnya, kepada para pendengarnya. Pada saat itulah, Imam Syafi'i duduk di barisan yang paling belakang. Ketika mendengar Imam Malik menyampaikan hadits-haditsnya satu per satu, lengkap dengan sanadnya, lengkap dengan perowinya, pada saat itulah Imam Syafi'i mengangkat tangan kirinya, kemudian mengangkat jari telunjuknya, Imam Syafi'i kemudian seakan-akan menulis sesuatu di punggung tangan kirinya. Perbuatan Imam Syafi'i, seorang anak yang berusia 13 tahun ini, menarik perhatian Imam Malik, perhatian seorang ulama' yang mencontoh akhlak Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Sebagaimana kita ketahui Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam kepada mereka yang hadir di majlisnya, Rosulullah paham betul siapa satu demi satu. Rosul memberikan perhatian penuh kepada mereka semua. Begit pula Imam Malik. Beliau perhatikan ini bocah dari tadi menulis di punggungnya. Setelah Imam Syafi'i selesai...setelah Imam Malik selesai dari menyampaikan hadits-haditsnya dan majlis itu telah selesai, maka Imam Syafi'i dipanggil oleh Imam Malik, "Wahai bocah, wahai anak, aku lihat engkau tadi bermain-main dengan tanganmu. Jari telunjukmu, engkau gerak-gerakkan di punggung tangan kirimu. Apa yang sedang kamu lakukan?". Maka Imam Syafi'i menjawab, "Wahai Imam, aku tidak bermain-main dengan tanganku, tetapi aku menulis semua hadits yang kamu sampaikan tadi di tanganku". Artinya beliau menghafalkan semuanya di hatinya. Maka Imam Malik mengatakan, "Coba buktikan ucapanmu". Imam Syafi'i pun segera mengulangi semua hadits yang disampaikan oleh Imam Malik satu per satu, lengkap dengan perowinya, lengkap dengan sanadnya, tanpa ada yang salah satu huruf pun. Tidak ada satu huruf pun yang salah. Inilah kehebatan Imam Syafi'i. Beliau hafal semua hadits tersebut hanya dengan sekali mendengar apa yang disampaikan Imam Malik. Ini menunjukkan kesucian hatinya, sehingga ketika hafalan Imam Syafi'i terasa sedikit berubah, beliau pun mengatakan kepada gurunya yang bernama Imam Waqi', Syekh Waqi'...saat itulah Imam Syafi'i berkata dalam syairnya, "syakautu ilal Waqi'i su-a hibbi wa-arsyadani ila tarkil ma'aasyi wa'alamani bi-aana...bi-annal 'ilma nuurun wanuurullah laa yu'tahul aasyik". "Saya katakan kepada Waqi', aku mengeluh kepadanya, 'hapalanku sekarang...kekuatan hapalanku tidak seperti dulu lagi...kekuatan hafalanku tidak seperti dulu lagi. Maka Imam Waqi' ini mengajarkan kepadaku, 'hendaknya engkau tinggalkan maksiat'. Beliau mengatakan kepadaku, 'sesungguhnya ilmu Allah itu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang-orang yang suka bermaksiat'". Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanu wata'ala, itulah kunci kekuatan hafalan dari Imam Syafi'i. Kesucian hati, ketakwaan, dan menjauhi maksiat, sehingga tumbuhlah beliau menjadi seorang ulama' besar. Imam Malik pun ketika melihat seorang anak yang sangat berbakat ini, beliau katakan, "Wahai anak, mulai saat ini, engkau jangan duduk di bagian belakang, engkau duduk di depan".

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, bagaimana adab Imam Syafi'i ini terhadap gurunya Imam Malik? Bagaimana Imam Syafi'i ini ketika menuntut ilmu kepada Imam Malik? Imam Syafi'i menceritakan, "Dahulu, ketika aku belajar kepada Imam Malik, saat aku diperintahkan untuk membaca buku, maka aku buka lembaran buku itu dengan sangat hati-hati, dengan sangat perlahan, karena aku tidak ingin suara gesekan kertas itu terdengar oleh guruku karena aku menghormatinya karena aku menyayanginya karena ia sangat berwibawa dalam pandanganku". Coba kita lihat, bagaimana ta'dzim, bagaimana pengagungan, seorang murid kepada gurunya. Inilah yang membuahkan hasil. Jika seorang murid benar-benar memuliakan gurunya seperti ini, maka ilmu akan turun kepadanya dari sisi Allah subhanahu wata'ala, ilmu ladduni. Inilah Imam Syafi'i ketika ia berguru kepada Imam Malik. Lain halnya dengan kita, saat ini, jika kita hadir di sebuah majlis, kita duduk di sebuah majlis, kita masih sering mendengar suara dering telepon, kita masih sering mendengar suara handphone, kita masih sering mendengar orang-orang yang memainkan sesuatu di tangannya yang membuat majlis itu tidak khusyuk. Kita masih sering mendengar orang yang berbincang satu dengan yang lain sendiri, sehingga haibah, sehingga kekhusyukan, sehingga wibawa majlis itu sirna karena adanya suara-suara yang tidak berkepentingan. Inilah yang menyebabkan barokatul 'ilm lenyap. Berkahnya ilmu itu lenyap. Insyaa Allah kalau kita mau meneladani ulama'-ulama' salaf, seperti Imam Syafi'i, Imam Malik, Ahmad bin Hanbal, Abu Hanifah, dan para ulama' lainnya, insyaa Allah kita akan dapat barokatul 'ilm, berkahnya ilmu. Saya masih ingat kata guru saya, "jika engkau sedang belajar kepada...dengan saya, kemudian di pojok sana ada helikopter yang jatuh...di pojok sana ada helikopter yang jatuh, kamu jangan menoleh ke sana, tetap perhatianmu kepada aku". Seperti itu kami dulu diajarkan oleh para ulama' untuk menghormati ilmu, untuk memuliakan ilmu, jangan sampai ada yang memalingkan kami dari urusan dunia ini kepada urusan-urusan...e...dari ilmu. Jangan sampai perhatian kami berpaling dari du...kepada dunia saat kami sedang menuntut ilmu. Dididik sedemikian hebat karena itulah jalan para auliya', itulah jalan para sulaha. Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, kegigihan Imam Syafi'i membuahkan hasil, saat be...beliau mencapai usia lima belas tahun, batas usia baligh, Imam Syafi'i telah ditunjuk oleh salah seorang gurunya di Mekkah, seorang ulama' besar di Mekkah yang bernama Syekh Muslim bin Zamji untuk memberikan fatwa. Beliau katakan, "Sudah tiba waktu bagimu, wahai Muhammad bin Idris, untuk memberikan fatwa-fatwa ilmiah kepada masyarakat". Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah, memberikan fatwa di tengah ulama' besar yang begitu banyak di zaman itu, di tengah masih ada para tabi'in, Imam Syafi'i diberi kepercayaan, padahal usia beliau baru lima belas tahun. Bagaimana hebatnya ilmu beliau? Imam Syafi'i ini karena memiliki perhatian yang sangat besar kepada ayat Al Qur'an, perhatian yang sangat besar kepada hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, penghormatan kepada para ulama', maka Allah memberkati ilmunya, Allah jadikan ilmunya bermanfaat bagi kita semua hingga saat ini.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, saya akan memberikan contoh bagaimana penghargaan Imam Syafi'i, penghormatan Imam Syafi'i, perhatian Imam Syafi'i kepada hadits Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Bagaimana beliau memuliakan ucapan Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Imam Syafi'i dulu semasa belajar di Mekkah, Imam Syafi'i punya guru yang bernama Imam Sufyan bin Huayainah. Beliau sering menghadiri majlis Imam Sufyan bin Huyainah. Suatu hari, ketika beliau duduk di majlis Imam Sufyan bin Huyainah. Imam Sufyan bin Huyainah menyampaikan sebuah hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Ketika mendengar hadits Rosul yang menyentuh hatinya, menyentuh nuraninya, Imam Syafi'i rohimahullah tak kuasa menahan dirinya, beliau pun jatuh pingsan karena hatinya dipenuhi keagungan Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Ketika melihat Imam Syafi'i yang jatuh tersungkur, seorang yang hadir berkata kepada Imam Sufyan bin Huyainah, "Wahai Imam Sufyan bin Huyai...Hunay...e...wahai Imam Sufyan bin Huyainah, apakah Syafi'i meninggal dunia? Apakah Muhammad bin Idris meninggal dunia? Karena tubuh beliau tidak bergerak sedikit pun". Maka Imam Sufyan bin Huyainah berkata, "Andaikata dia meninggal dunia, maka telah meninggal dunia seorang manusia yang paling utama di zamannya". Imam Sufyan bin Huyainah, seorang guru, menyatakan muridnya ini orang yang paling mulia di zamannya karena ia betul-betul mengetahui bagaimana kedudukan Imam Syafi'i rohimahullah. Setelah itu, Imam Syafi'i diberi majlis tersendiri di Masjidil Harom, buat halaqoh ilmiah tersendiri di masjid...di Masjidil Harom. Imam Sufyan bin Huyainah pun buat halaqoh seperti biasanya. Banyak orang-orang besar yang hadir di halaqoh Imam Syafi'i, diantaranya adalah murid beliau tercinta, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal ketika menunaikan ibadah haji dari Baghdad ke Mekkah, beliau masuk Masjidil Harom, beliau duduk di halaqoh Imam Syafi'i, di majlis Imam Syafi'i, dan tidak duduk di majlisnya Imam Sufyan bin Huyainah karena beliau mengetahui majlis Imam Syafi'i ini luar biasa nilainya karena beliau mengetahui kebesaran Imam Syafi'i meskipun beliau masih muda, meskipun usianya masih dalam taraf remaja. Beginilah para ulama', tidak melihat usia seseorang, tetapi yang dilihat bagaimana ketaqwaannya, bagaimana kwalitas ilmunya, bagaimana kepribadiannya karena mereka semua haus akan ilmu yang dituangkan oleh Allah subhanahu wata'ala, diberikan oleh Allah subhanahu wata'ala kepada orang-orang yang takut kepada-Nya. Sebagaimana di...diwahyukan oleh Allah subhanahu wata'ala di dalam Al Qur'an, "innamaa yakhsyallaha min 'ibadihil ulama'". "Sesungguhnya, orang-orang yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya ini adalah para ulama'". Itulah para ulama' sejati dan insyaa Allah Imam Syafi'i adalah salah satu di antaranya. Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam dalam sebuah hadits bersabda, "laa tasubbu quraisyan fainna 'aalimaha yamnal ardho 'ilman". "Janganlah kalian mencaci orang-orang Quraisy. Janganlah kalian memaki orang-orang Quraisy karena sesungguhnya salah seorang yang berilmu dari orang Quraisy ini, ilmunya akan memenuhi bumi, ilmunya akan memadati bumi". Orang yang dimaksud oleh Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam dalam hadits ini menurut para ulama' adalah Imam Syafi'i rohimahullah. Dalam hadits yang lain, Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam bersabda, "innallaha yaf-adzhu 'ala hadzihil ummah 'ala ro'si kulli mi-atin sanatin man yujaddidu laha dinaha". Yang artinya, "Allah subhanahu wata'ala mengutus kepada umat ini dalam kurun waktu setiap 100 tahun, seseorang yang akan memperbaru...memperbarui  agama ini. Para ulama' mengatakan, pembaharu yang dimaksud pada abad pertama adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sedangkan pada abad kedua adalah Imam Syafi'i. Pendapat ini disampaikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ahlussunnah wal jama'ah, seorang ulama' yang hafal satu juta hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi wasallam.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, mari coba kita pelajari bagaimana ibadah Imam Syafi'i, bagaimana ketaqwaan Imam Syafi'i, bagaimana ilmu Imam Syafi'i. Para ulama' menceritakan bahwasannya Imam Syafi'i adalah seorang yang sangat dermawan. Bagaimana kedermawanan Imam Syafi'i? Dikatakan dalam berbagai riwayat, suatu ketika Imam Syafi'i pulang dari Yaman, setelah beberapa saat beliau tinggal di sana untuk kembali ke kota Mekkah. Pada saat itu, ketika hendak memasuki kota Mekkah, beliau dirikan sebuah tenda tepat di luar kota Mekkah, di perbatasan kota Mekkah. Masyarakat pun yang ingin bertemu dengan beliau karena rindu setelah lama berpisah, berbondong-bondong mengunjungi beliau keluar dari kota Mekkah menuju kemah Imam Syafi'i, menuju tenda Imam Syafi'i. Di sanalah Imam Syafi'i yang membawa 10.000 keping uang emas, 10.000 dinar, membagi-bagikan uang itu kepada masyarakat yang datang untuk bertemu beliau, sehingga setelah uang itu habis semuanya, barulah Imam Syafi'i masuk ke dalam kota Mekkah tanpa membawa uang yang 10.000 dinar tadi. Inilah salah satu contoh kedermawanan Imam Syafi'i. Pada kesempatan yang lain, ketika Imam Syafi'i menuju sebuah pasar, sebuah riwayat mengatakan menuju pasar sepatu, riwayat yang laen mengatakan menuju pasar besi sampailah di situ Imam Syafi'i mengendarai keledainya, cambuk yang beliau pegang tiba-tiba jatuh. Ketika cambuk itu jatuh ke tanah, seorang yang melihatnya segera memungut dan mengambilkannya untuk Imam Syafi'i. Untuk memuliakan Imam Syafi'i, beliau segera mengambilkan cambuk itu. Cambuk yang kotor pun dibersihkan dengan baju orang tersebut, kemudian orang itu menyerahkannya kepada Imam Syafi'i. Imam Syafi'i melihat perlakuan orang tersebut, orang yang tidak dikenalnya, yang telah membantunya, maka Imam Syafi'i berkata kepada pembantunya, "Wahai pembantuku, berikan semua uang yang kamu bawa kepada orang ini". Maka dihadiahkanlah uang, sejumlah uang kepada orang tersebut dan ternyata setelah dihitung, ternyata jumlah uang tersebut adalah 7 keping uang emas, 7 dinar, atau 9 keping uang emas, 7...e...9 dinar. Hanya mengambilkan cambuk yang jatuh, Imam Syafi'i membalasnya dengan uang yang begitu besar, 7 keping hingga 9 keping uang emas, bukan jumlah yang sedikit.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah yang dilakukan Imam Syafi'i ini tiada lain meneladani akhlak Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, meneladani hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Dalam sebuah hadits, Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam bersabda, "jika ada seseorang yang berbuat baek kepadamu, maka balaslah ia dengan kebaikan yang sama. Jika kamu tidak mampu, maka doakanlah ia". Apakah kita telah mencontoh akhlak Rosul ini? Apakah kita telah menunaikan sabda Rosul ini? Seringkali ketika seseorang memberikan hadiah kepada kita, kita bukannya membalas minimal dengan ucapan terimakasih, kadang terimakasih pun tidak kita ucapkan, sering kita pun menuduh niat-niat orang ini apa, seringkali kita kemudian mencela pemberiannya, seringkali kita mencari cacat aib dari pemberiannya, bahkan mendoakan orang ini pun kita tidak. Siapa yang kita contoh jika akhlak kita seperti ini? Mari kita contoh akhlak Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Mari kita contoh akhlak Imam Syafi'i yang kita sebutkan di atas bagaimana beliau membalas seseorang yang mengambilkan cambukkan dengan 7 keping hingga 9 keping uang emas, dinar.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah, suatu ketika Imam Syafi'i rohimahullah ketika pulang dari mesjid bersama seorang temannya, tepat di depan rumah Imam Syafi'i telah menunggu seorang pemuda. Pemuda itu kemudian memberikan sekantong uang emas. Sekantong uang emas diberikan kepada Imam Syafi'i, "Wahai Imam, ini hadiah dari majikanku untuk anda", maka Imam Syafi'i pun menerimanya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya, mengikuti sunnah Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam dimana Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya, "Jika ada seseorang yang memberikan suatu pemberian kepadamu, jika engkau masih memerlukan, maka gunakanlah pemberian itu. Jika engkau tidak memerlukan, engkau telah merasa cukup, maka terimalah dan berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan". Peristiwa ini terjadi ketika Sayyidina Umar bin Khoththob diberi hadiah oleh seseorang di hadapan Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Sayyidina Umar menolak pemberian itu karena merasa beliau tidak membutuhkannya, beliau sudah ada, tapi Rosul menegurnya, "Terimalah, wahai Umar. Jika engkau tidak membutuhkan, serahkan kepada orang lain yang membutuhkan. Jika engkau membutuhkan, maka manfaatkanlah sesuai kebutuhanmu". Maka Imam Syafi'i pun menerima pemberian itu mengikuti Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Beliau letakkan di dalam saku bajunya. Sebelum Imam Syafi'i melangkah ke dalam rumah, dari arah mesjid telah datang seorang yang tergopoh-gopoh mengatakan, "Wahai Imam, wahai Imam, tolonglah. Ada seorang wanita yang malam ini melahirkan dan ia tidak memiliki biaya untuk persalinan. Dia adalah seorang wanita yang miskin dari Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi wasallam. Tanpa berpikir panjang, tanpa berkata banyak, Imam Syafi'i pun merogoh saku bajunya, mengambil kantong uang yang besar tadi, yang penuh tadi, ia ambil dan serahkan kepada orang tersebut sambil mengatakan, "Berikan ini kepada wanita yang baru melahirkan tersebut". Lihatlah kedermawanan Imam Syafi'i. Lihatlah bagaimana tidak ada sedikit pun rasa cinta dunia di dalam hatinya. Beliau tidak menghitung-hitung berapa ni uang yang ada di saku bajunya, laen dengan kita. Tidak memikir-mikir, tapi beliau letakkan semua itu di ja...di jalan Allah subhanahu wata'ala. Dapat, kemudian diberikan. Dapat, kemudian diberikan. Beliau hanya sebagai perantara rezeki Allah subhanahu wata'ala. Beginilah dahulu para ulama', mereka tidak meletakkan harta ini bukan di dalam hati mereka, mereka hanya meletakkan harta ini di tangan untuk dijalankan, untuk diserahkan, untuk ditebarkan sesuai dengan apa yang diwahyukan Allah, sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi washohbihi wasallam.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, itulah sekelumit contoh kedermawanan Imam Syafi'i rohimahullah. Lalu, bagaimana dengan firasat hati Imam Syafi'i? Dimana Baginda Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam bersabda, "ittaku firoosatal mu'min fa-innahu yandzuru binuurillah". "Hati-hati, waspadalah kalian terhadap firasat seorang mukmin karena sesungguhnya seorang mukmin itu memandang dengan cahaya Allah subhanahu wata'ala. Hadirin, para pemirsa, kaum muslimin dan muslimat, seorang mukmin yang betul-betul beriman kepada Allah, hatinya tidak sama dengan hati manusia pada umumnya. Hatinya dipenuhi dengan cinta Allah dan cinta Rosul Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Hatinya jauh dari perasaan iri dan dengki. Hatinya suci, hatinya bersih, sehingga ia pun dapat memandang segala sesuatu dengan firasatnya dengan cahaya Allah subhanahu wata'ala. Inilah salah satu contoh dari orang yang memiliki hati tersebut, yaitu Imam Syafi'i rohimahullah. Para shahabat Imam Syafi'i sering bertanya kepada Imam Syafi'i untuk menguji firasatnya, "Wahai Imam"...ketika seseorang datang hendak masuk ke mesjid, shahabatnya pun bertanya, "Wahai Imam, apakah pekerjaan orang tersebut? Apakah pekerjaan orang itu?". Maka Imam Syafi'i menjawab, "Orang itu kalo bukan tukang kayu, maka dia adalah penjahit". Maka para shahabatnya pun datang ke mesjid dan bertanya kepada orang yang baru masuk tadi, "Wahai Fulan, apakah pekerjaanmu?". Maka orang itu menjawab, "Saya dahulu adalah tukang kayu, sekarang saya adalah penjahit". Pernah suatu ketika pula datang seorang menemui Imam Syafi'i, maka Imam Syafi'i berkata kepadanya,"Benarkah engkau berasal dari Son'a, Yaman?". "Benar". "Benarkah engkau seorang pandai besi, pekerjaanmu?". "Benar". Inilah beberapa contoh dari pada ketajaman hati Imam Syafi'i. Ini membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang beriman dan memandang dengan cahaya Allah subhanahu wata'ala.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, mengenai ketinggian ilmu Imam Syafi'i, maka tidak diragukan lagi. Sampai saat ini pun kita dalam barokah ilmu Imam Syafi'i. Kita mudah mengerjakan sholat karena beliau telah merumuskannya dari hadits-hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, dari ayat-ayat Al-Qur'an. Berbagai bentuk ibadah yang kalo kita harus belajar sendiri, meneliti hadits Rosul begitu berat, beliau telah merumuskannya, beliau telah menjadikannya dalam suatu paket yang begitu mudah untuk kita jalankan. Semua ini berkat jerih payah Imam Syafi'i rohimahullah dan para ulama' yang mengikuti jejak beliau yang menyebar luaskan ke alam, sehingga madzhab beliau tersebar di seluruh nusantara, tersebar di belahan dunia, di Asia, Afrika, Eropa, madzhab Syafi'i. Salah satu bentuk contoh keluasan ilmu adalah pada suatu ketika datang seseorang bertanya kepada beliau, "Wahai Imam, ada seorang...ada seorang wanita berzina dengan lima pria. Pria yang pertama dihukum mati, pria yang kedua dihukum rajam, pria yang ketiga dihukum cambuk, pria yang keempat dihukum cambuk separo dari pria yang pertama, sedangkan pria yang kelima dibebaskan. Siapakah mereka itu?" Maka Imam Syafi'i tidak menu...menunggu lama-lama. Langsung memberikan jawaban secara spontan karena semua ilmu itu ada di dalam hatinya, maka dengan santai beliau menjawab, "Orang yang pertama adalah seorang kafir yang tinggal di negara Islam. Dia harus mengikuti hukum Islam. Dia kafir dzimmi yang bayar pajak, tetapi dia berzina dengan seorang muslimah. Karena dia berzina dengan seorang muslimah, maka dia harus dihukum mati karena dia melanggar aturan-aturan Islam di negara Islam. Orang yang kedua adalah seorang pria yang telah menikah. Kemudian dia berzina, maka jika dia telah menikah, dia berzina, maka dia wajib dihukum rajam. Kemudian orang yang ketiga adalah seorang yang belum menikah kemudian dia berzina, maka orang ini dihukum cambuk. Orang yang keempat adalah seorang budak yang dia berzina, maka hukuman cambuknya adalah setengah dari orang yang belum menikah. Kemudian orang yang kelima adalah orang yang gila. Orang yang gila karena dia tidak bisa...tidak punya akal, hilang akalnya, maka orang yang seperti ini kalo dia berzina, terlepalah hukum darinya. Maka ia tidak bersalah, ia pun dibebaskan". Sangat lugas. Langsung jawaban dari Imam Syafi'i. Suatu pertanyaan yang begitu susah untuk kita jawab. Kemudian juga pernah Imam Syafi'i dalam sebuah kesempatan, datang seseorang menghadap Imam Syafi'i, di tangannya memegang sebutir korma. Orang itu tampak sedih dengan wajah yang pucat. Beliau bertanya kepada Imam Syafi'i sambil tampak di wajahnya itu raut yang penuh penyesalan, "Wahai Imam, aku ingin bertanya kepadamu, tadi aku berkata kepada istriku, 'Jika korma ini aku makan'". Dia berkata kepada istrinya, "Jika korma ini aku makan, maka engkau kuceraikan. Jika korma ini aku buang, maka engkau juga aku ceraikan". "Wahai Imam, aku menyesal dengan perkataanku ini. Lalu bagaimana jalan keluarnya? Apakah jika kumakan, istriku akan cerai? Jika aku buang, istriku juga akan terceraikan?". Maka Imam Syafi'i berkata, "Tidak kau...tidak perlu kamu bingung. Tidak perlu kau repot-repot". Hatinya penuh rohmat. Mencarikan jawaban yang dapat menentramkan hati umat. Maka Imam Syafi'i berkata, "Belahlah kurma itu menjadi dua. Yang separo...yang setengah buanglah, kemudian yang setengah makanlah", sehingga lengkap orang itu tidak memakan korma tadi, ia hanya memakan separonya dan tidak membuang korma tadi, ia hanya membuang separonya, sehingga tidak terjadi perceraian karena kecerdasan Imam Syafi'i didalam memberikan jawaban berdasarkan Al Qur'an dan sunnah Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam.

Para pemirsa, kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, ini belum seberapa. Suatu ketika, ada suatu cerita yang sangat menarik, yaitu ketika Imam Syafi'i berada di hadapan seorang kali...seorang kholifah. Ketika Imam Syafi'i di hadapan seorang kholifah, si kholifah ini pun, dia iseng-iseng tanya, menanyakan suatu pertanyaan yang susah dijawab. Beliau bertanya, "Apakah hikmahnya Allah menciptakan lalat, wahai Syafi'i? Apa hikmahnya Allah menciptakan lalat?". Imam Syafi'i saat itu terdiam. Selang beberapa waktu, barulah beliau berikan jawaban. Beliau mengatakan, "Wahai Kholifah, Allah menciptakan lalat, salah satu hikmahnya adalah untuk menghinakan orang-orang seperti kamu". Maka kholifah pun tersenyum memahami apa maksud jawaban dari Imam Syafi'i karena pada saat itu seekor lalat menempel di pipinya. Maka kholifah berkata, "Wahai Imam, jujurlah padaku. Sebetulnya kamu tadi tidak tahu jawabannya apa hikmah lalat diciptakan Allah...e...apa hikmah diciptakannya lalat?". Imam Syafi'i berkata, "Benar. Aku tadi sebetulnya bingung. Aku cari apa hikmah Allah menciptakan lalat. Tiba-tiba, subhanallah, Allah me...e...ada seekor lalat melekat di pipimu, yang menempel di pipimu. Maka Allah mengilhami...mengilham...mengilhamkan kepadaku sebuah jawaban, yaitu engkau yang penuh dengan pengawalan, engkau yang susah didekati oleh senjata-senjata lawan, engkau yang susah dianiaya, disakiti oleh musuh-musuhmu, bahkan oleh temanmu pun tidak ada yang dapat menyentuh wajahmu, seekor lalat yang biasa hinggap di tempat-tempat yang kotor, di tempat-tempat yang tidak layak, lalat itu dengan mudah dapat hinggap di wajahmu. Maka aku pun tahu, salah satu hikmah diciptakannya lalat...lalat adalah untuk menghinakan orang-orang sepertimu agar orang-orang sepertimu ini mengetahui bahwa sebetulnya ia tidak memiliki kekuasaan, sebetulnya ia sangat lemah, sehingga menghadapi seekor lalat pun ia tidak mampu". Maka sang kholifah pun tersenyum. Puas dengan jawaban Imam Syafi'i. Inilah salah satu contoh dari pada kecerdasan Imam Syafi'i, dari pada ketinggian ilmu Imam Syafi'i.
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, lalu bagaimana dengan ibadah Imam Syafi'i? Sebagaimana telah saya sampaikan di depan, Imam Syafi'i setiap hari khatam Al Qur'an. Setiap hari khatam Al Qur'an. Romadhon, dua kali khatam dalam satu hari. Imam Syafi'i kalo malam membagi malam menjadi tiga bagian dan beliau istiqomah, sepertiga beliau gunakan untuk sholat malam, sepertiga beliau gunakan untuk menuntut ilmu, sepertiga beliau gunakan untuk istirahat. Imam Syafi'i suatu ketika, beliau ting...e...berkunjung ke rumah Imam Ahmad bin Hanbal, murid beliau. Seorang guru berkunjung ke rumah muridnya. Ini mencontoh akhlak Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam dimana Nabi juga suka berkunjung ke rumah para shahabat, mengunjungi para shahabatnya. Imam Syafi'i pun ketika berada di kota Baghdad, beliau mengunjungi Imam Ahmad bin Hanbal dan bermalam di rumahnya. Ketika Imam Syafi'i bermalam di rumah Imam Ahmad bin Hanbal, beberapa orang pun mencela perbuatan Imam Syafi'i. Berupaya untuk merendahkan Imam Syafi'i, maka Imam Syafi'i segera menggubah sebuah syair. Dalam syairnya itu beliau berkata, "Qoolu yazuuruka ahmadun watazuuruhu. Qultul fadhooilu laa tufaariku manzila in zaronii fabifadhlihi au zurtuhu fabifadhlihi fal fadhlu fil haalaini lah". Dikatakan oleh Imam Syafi'i, "Qoolu", "mereka berkata", "yazuuruka ahmadun", "bahwasannya Ahmad, Imam Ahmad, suka mengunjungimu dan kamu juga suka mengunjungi Imam Ahmad. Maka aku katakan kepada mereka, 'Sesungguhnya semua kemulyaan itu tidak pernah berpisah dari rumah Imam Ahmad'". "Semua kemulyaan tidak pernah berpisah dari rumah Imam Ahmad", kata Imam Syafi'i. Andaikata dia mengunjungi aku, maka itu karena dia orang yang mulia dan jika aku mengunjungi beliau, Ahmad, karena Ahmad orang yang mulia. Dalam dua keadaan, ketika aku mengunjungi beliau atau beliau mengunjungi aku, itu semua karena kemulyaan Imam Ahmad bukan karena aku". Begitulah Imam Syafi'i merendahkan diri di hadapan Imam Ahmad. Seorang guru merendahkan diri kepada muridnya, menghormati muridnya, menghargai muridnya.

Inilah para ulama terdahulu, saling menyayangi, saling mencintai, antara guru dengan murid tiada iri dengki, ingin semuanya menjadi orang-orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wata'ala sehingga dikatakan Imam Ahmad ini seringkali memuji Imam Syafi'i, seringkali mendoakan Imam Syafi'i, sehingga putra beliau yang bernama Abdullah berkata kepada ayahnya, "Duhai Ayahku, aku lihat engkau sering memuji Syafi'i, engkau sering memulyakan Imam Syafi'i, engkau sering mendoakan Imam Syafi'i, siapakah Imam Syafi'i ini sehingga engkau letakkan pada derajat yang begitu tinggi?". Maka Imam Ahmad menjawab, beliau berkata, "Wahai anakku, tahukah kamu bahwasannya Imam Syafi'i itu seperti matahari bagi bumi, seperti matahari bagi bumi dan beliau juga seperti kesehatan dan keselamatan bagi manusia. Apakah ada yang dapat menggantikannya?". Lihatlah bagaimana Imam Ahmad memperumpamakan Imam Syafi'i seperti matahari bagi bumi. Kita tahu jika bumi tidak ada matahari, maka kehidupan akan sirna. Imam Ahmad mengartikan begitulah dunia ini jika tanpa Imam Syafi'i. Ilmu akan sirna, seakan-akan demikian.
Imam Ahmad begitu memulyakan Imam Syafi'i, sehingga Imam Ahmad berkata, "Aku mendoakan Imam Syafi'i selama 40 tahun dan tidak pernah kutinggalkan. Selama 40 tahun aku tidak pernah berhenti mendoakan Syafi'i, yaitu dalam doanya Imam Ahmad berkata selepas sholat tidak pernah ditinggalkan, "Allahummaghfirlii waliwalidayya waliMuhammad bin Idris Asy Syafi'i. Allahummaghfirli waliwalidayya waliMuhammad bin Idris Asy Syafi'i". Lihatlah perhatian para ulama ketika ada seseorang yang menonjol, ketika ada seseorang yang berhasil, ketika ada seseorang yang berilmu, mereka pun ingin ikut membantu dakwahnya, ingin membantu perjuangannya, dengan mendoakannya minimal. Imam Ahmad yang begitu besar kedudukannya dan mengaku murid Imam Syafi'i, sebagai seorang murid yang setia yang mencintai gurunya, maka tidak berhenti mendoakan gurunya. "Allahummaghfirli waliwalidayya waliMuhammad bin Idris Asy Syafi'i". "Ya Allah, ampunilah aku, ampunilah kedua orang tuaku, dan juga ampunilah Muhammad bin Idris Asy Syafi'i". Mari kita contoh doa ini, selepas sholat, mari kita doakan ulama kita, kita doakan guru-guru kita, kita doakan orang-orang yang bertugas dalam berdakwah. Jika kita mengerti namanya, sebutkan namanya. Allahummaghfirli waliwalidayya wali fulan bin fulan. Sebutkanlah. Dengan kita menyebutkan dalam doa kita untuk saudara kita tanpa sepengetahuannya, maka ketika itu ada Malaikat yang berkata sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, Rosulullah bersabda, "walaka mitsluh". Malaikat akan berkata kepadamu saat engkau mendoakan saudaramu tanpa sepengetahuannya. "Walaka mitsluh". "Kamu juga dapet bagian yang sama seperti kamu doakan untuknya". Alangkah beruntungnya kita yang mendoakan saudara kita tanpa sepengetahuannya. Jika saudara kita yang biasa saja, Malaikat mengatakan, "kamu juga dapat bagian yang sama", lalu bagaimana jika kita mendoakan para ulama besar? Orang-orang yang berjasa bagi agama ini? Mendoakan para pengemban syariat Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi wasallam?

Imam Syafi'i yang seperti ini, Imam Ahmad yang memulyakan Imam Syafi'i sedemikian hebat, tentunya mengundang tanda tanya bagi putrinya dan putranya. Maka ketika Imam Syafi'i berkunjung ke rumah Imam Ahmad bin Hanbal, pada saat itu sang putri pun penasaran bagaimana kondisi ibadah Imam Syafi'i. Imam Syafi'i ketika berkunjung ke rumah Imam Ahmad, Imam Ahmad bin Hanbal pun sedih hatinya karena apa? Imam Ahmad bukan seorang yang kaya. Beliau sedih karena tidak mampu menjamu gurunya dengan baik, tidak mampu melayani gurunya dengan baik. Tiada makanan di rumahnya. Tampak kesedihan di wajah beliau yang dipahami oleh Imam Syafi'i. Tidak lama kemudian, tiba-tiba wajah Imam Ahmad berseri-seri. Imam Syafi'i pun berkata, "Sungguh aneh dalam sekejap kesedihan berubah menjadi kebahagiaan". Maka Imam Ahmad berkata, "Aku tadi sedih karena tidak ada makanan yang dipersiapkan untuk menjamu engkau, ulama, orang yang dimulyakan Allah subhanahu wata'ala. Maka aku bertanya kepada istriku, 'Adakah makanan untukku, untuk tamu-tamu kita ini?'. Istriku menjawab, 'Tidak ada'. Tidak lama kemudian datang seseorang yang mengirimkan roti yang begitu enak. Delapan belas potong roti dan aku merasa bahagia". Roti ini kemudian oleh Imam Ahmad disuguhkan Imam Syafi'i. Sangat sederhana. Ini ada roti, beliau suguhkan kepada tamunya dan tamunya itu adalah gurunya. Di malam hari, putri Imam Ahmad pun melihat bagaimana ibadah Imam Syafi'i. Sesaat ia tidur kemudian bangun, dilihat Imam Syafi'i ibadah atau tidak. Tidur kemudian bangun, dilihat Imam Syafi'i ibadah atau tidak. Ternyata yang ia lihat, Imam Syafi'i hanya berbaring di pembaringannya. Imam Syafi'i baru bangun ketika menjelang fajar. Ketika menjelang fajar adzan shubuh, barulah Imam Syafi'i bangun. Setelah itu, Imam Syafi'i sholat tanpa berwudhu. Kemudian setelah masuk waktu shubuh, sholat sunnah fajar tanpa berwudhu. Kemudian sholat shubuh tanpa berwudhu. Mengundang tanda tanya si putri. Maka keesokan harinya, Imam Ahmad berkata kepada putrinya, "Wahai Putriku, bagaimana menurutmu guruku?". Maka Sang putri berkata, "Wahai ayah, gurumu tidak banyak ibadah dan semalam saya liat suatu keanehan, dia sholat tanpa berwudhu setelah dia bangun dari tidurnya". Maka Imam Ahmad berkata, "Tunggu dulu, aku akan bertanya kepada Imam Syafi'i dan coba kamu simak jawabannya". Maka sang putri pun menunggu di balik pintu. Imam Ahmad bertanya kepada Imam Syafi'i, "Wahai guruku, apa yang engkau lakukan semalam?". Maka Imam Syafi'i menjawab, "Semalaman aku tidak dapat tidur, aku berbaring di pembaringan dan aku rumus seratus persoalan yang belum ada jawabannya dari Al Qur'an dan Hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam dan aku ambilkan jawaban itu juga dari Al Qur'an dan hadits Rosulullah sholla(A)llahu 'alaihi wasallam". Seratus permasalahan dengan beliau berbaring sesaat di malam hari. Maka Imam Ahmad pun mendatangi putrinya dan berkata, "Lihatlah wahai putriku, ibadah yang dilakukan Imam Syafi'i ini ibadah yang susah ditiru oleh banyak orang. Tidak semua orang dapat melakukan ibadah seperti Imam Syafi'i. Istinbath. Mengambil hukum dari Al Qur'an seratus permasalahan dan dari hadits Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wa aalihi wasallam karena itu beliau bangun segera menunaikan sholat karena wudhunya belum batal karena beliau tidak tidur". Beginilah keluasan ilmu dan ibadah Imam Syafi'i rohimahullah.

Lalu, bagaimana dengan akhlak Imam Syafi'i? Imam Syafi'i di samping e...sebelum kita bahas akhlaknya, ada satu cerita yang menunjuk...menunjukkan bagaimana ibadah Imam Syafi'i. Imam Syafi'i seorang yang gemar berdzikir kepada Allah subhanahu wata'ala. Rosul sholla(A)llahu 'alaihi wasallam bersabda, "Kalau bisa engkau meninggal"..."anta muuta walisaanuka robban min dzikrillah"..."Kalau bisa engkau meninggal, sedangkan lisanmu basah karena banyak berdzikir kepada Allah subhanahu wata'ala". Ini pun diamalkan oleh Imam Syafi'i, sehingga suatu ketika beliau datang ke tempat tukang cukur minta agar kumisnya dicukur. Saat beliau duduk, siap akan dicukur, tukang cukur pun memperingatkan, "Wahai Imam, tolong, engkau jangan menggerak-gerakkan bibirmu karena jika bibirmu terus kamu gerak-gerakkan nanti bibirmu akan terluka karena alat cukurku ini, maka Imam Syafi'i mengatakan, "Aku tidak akan menghentikan gerakan bibirku karena takut terkena alat cukur. Lebih baik bibirku ini tergores alat cukur, terluka, lebih kusukai dari pada aku harus menghentikan gerakan bibirku dari pada aku harus menghentikan dzikir kepada Allah subhanahu wata'ala". Saat akan dicukur kumisnya, beliau rela terluka, itu lebih baik baginya dari pada harus menghentikan dzikir kepada Allah subhanahu wata'ala. Lalu, bagaimana dengan kita? Banyak waktu kita yang terbuang sia-sia saat kita tidak ada kepentingan, lisan yang bisa kita gunakan untuk menyebut asma Allah untuk berdzikir kepada Allah, untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, untuk istighfar, mohon ampun kepada Allah, sering kita gunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, atau minimal sering lisan kita terdiam dan tidak melakukan pekerjaan yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata'ala. Lisan kita menganggur. Sungguh, kita melakukan suatu hal yang merugi. Mari kita contoh akhlak Imam Syafi'i, ibadah Imam Syafi'i yang beliau lebih mengutamakan dzikrullah dari pada menjaga lisannya tetap utuh, lisannya terselamatkan dari kegoresan alat cukur tukang cukur tersebut. Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala. Lalu, bagaimana dengan akhlak Imam Syafi'i? Imam Syafi'i dikenal sebagai seorang yang sangat berbudi, bukan hanya kepada yang masih hidup, tapi juga kepada yang telah meninggal dunia. Diceritakan ketika Imam Syafi'i mengunjungi makam, ziarah makam Imam Abu Hanifah. Ketika beliau ziarah di sana, Imam Syafi'i kemudian menunaikan sholat shubuh di dekat pemakaman tersebut. Beliau tampil sebagai Imam, tetapi dalam sholat shubuh itu, Imam Syafi'i tidak membaca do'a qunut. Tidak seperti biasanya, Imam Syafi'i itu mengajarkan agar sholat shubuh dengan do'a qunut karena do'a qunut merupakan sunnah Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hasan bin Ali bin Tholib. Imam Syafi'i menyampaikan ini kepada masyarakat, tetapi aneh, hari itu, Imam Syafi'i menghentikan do'a qunutnya, maka menimbulkan tanda tanya pada sebagian masyarakat. Mereka pun bertanya, "Kenapa engkau hentikan do'a qunutmu?". Maka Imam Syafi'i mengatakan, "Aku malu...aku malu untuk membaca qunut di hadapan seorang Imam yang Imam itu berpendapat bahwasannya qunut tidak sunnah. Aku malu untuk menentang pendapatan...pendapatnya di hadapannya dan di hadapan para muridnya". Lihatlah bagaimana akhlaq Imam Syafii, menghargai pendapat orang lain meskipun orang itu telah meninggal dunia dan menjaga perasaan para muridnya. Jika umat Islam berakhlak demikian, mau menjaga perasaan muslim yang lain, selama hal itu bersifat sunnah, mau menjaga...e...toleransi sesama mereka, tentu akan terjadi persatuan yang begitu mengagumkan. Banyak persamaan di umat Islam ini, sayangnya, umat Islam, saudara-saudara kita, dan kita ini lebih suka mengangkat perbedaan ketimbang dari persamaan yang ada sehingga tercerai berailah umat ini. Lain halnya dari pada ulama terdahulu, akhlak mereka, mereka menjaga persatuan, mereka saling menghormati, mereka saling menyayangi, dan mereka saling menjaga hati karena mereka semua ingin masuk surga bersama-sama karena mereka mencari ridho Allah subhanahu wata'ala.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, Imam Syafi'i di kemudian hari, beliau pindah dari Mekkah ke Mesir. Di sana beliau tinggal. Kurang lebih beliau hijrah ke Mesir pada tahun...beliau ting...pindah ke Mesir pada tahun 198 atau tahun 199 Hijriah. Kemudian, pada tahun 204 Hijriah, Imam Syafi'i meninggal dunia. Berapa usia beliau? Usia beliau cuman 54 tahun. Cuman 54 tahun, tapi penuh barokah. Jika umur kita ini kita gunakan untuk me...membaca karya-karya Imam Syafi'i, menela'ah karya-karya Imam Syafi'i, maka umur kita akan habis, mungkin belum semua karya Imam Syafi'i kita tela'ah, kita pelajari, dan kita baca karena karya beliau begitu banyak. Lima puluh empat tahun yang penuh barokah. Inilah Imam Syafi'i.

Bagaimana ketika beliau hendak meninggal dunia? Seorang ulama' yang bernama Syekh Muzami datang dan menemui beliau dan bertanya, "Kaifa ahbahta?". Pada hari Kemis, seorang ulama pagi-pagi datang menemui Imam Syafi'i dan bertanya, "Kaifa ashbahta?". "Bagaimana keadaanmu?". Maka Imam Syafi'i pun menjawab, "Ashbahtu minaddunya roohilan walil ikhwaani mufaariqon walisuu'ya 'amali mulaqiyan walika'sil maniiyati syaarifan wa 'ala(A)llahi ta'ala waaridan wala ajrii aruuhi tasiru ilal jannati fauhanniha au ila naari fauaziha". Imam Syafi'i berkata, "Sesungguhnya aku di pagi hari ini dalam keadaan aku akan meninggalkan dunia yang fana ini, aku akan meninggalkan teman-temanku, aku akan segera merasakan betapa getir pahitnya minuman kematian, dan aku akan menghadap kepada Allah subhanahu wata'ala, aku akan mempertanggung jawabkan keburukan-keburukanku di hadapan Allah subhanahu wata'ala, dan aku tidak tahu, ruhku akan kembali kemana. Ruhku akan kembali ke surga Allah, sehingga aku dapat mengucapkan ucapan selamat kepada-Nya atau ruhku akan kembali ke neraka Allah, sehingga aku akan mengucapkan bela sungkawa kepada-Nya".

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah, Imam Syafi'i yang hidupnya penuh dengan ibadah, hidupnya penuh bakti kepada agama, beliau takut untuk kembali ke neraka, tidak dapat meyakinkan dirinya tempatnya di surga. Penuh dengan rasa takut dan harap kepada Allah subhanahu wata'ala. Lalu, bagaimana dengan kita? Imam Syafi'i yang seperti ini mulyanya, beliau akhirnya di malam hari itu, sebagaimana yang beliau ucapkan tadi, "Hari ini aku akan meninggalkan dunia", maka malam Jum'at selepas maghrib, ruh beliau yang suci insyaa Allah, keluar dari dunia yang fana ini menuju surga Allah insyaa Allah. Aamiin. Allahumma aamiin.
Kemudian, di hari Jum'at, keesokan harinya, selepas sholat ashar, Imam Syafi'i disemayamkan, Imam Syafi'i dimakamkan, dan dikuburkan di kota Mesir. Hingga saat ini, makam beliau diziarahi. Hingga saat ini, kubur beliau diziarahi oleh umat Islam dari segenap penjuru dunia.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, bagaimana Imam Syafi'i yang seperti ini yang hidupnya ibadah yang sholat malam yang membaca Al Qur'an setiap hari khatam, Imam Syafi'i yang senantiasa lisannya berdzikir kepada Allah, Imam Syafi'i yang dermawan, Imam Syafi'i yang penyantun, Imam Syafi'i yang penuh toleransi, Imam Syafi'i yang demikian hebat, beliau mengatakan dalam syairnya, "Uhibbushshoolihiina walastu minhum...uhibbushshoolihiina walastu minhum la'alli 'an anala bihim syafaa'ah wa akrohu man tijaarotuhul ma'aashi walau kunnan sho...walau kunna sawaa-an bil bodhoo-ah". "Uhibbushshoolihiin", kata Imam Syafi'i, "Aku sungguh cinta kepada orang-orang yang sholeh". "Walastu minhum". "Dan aku bukan dari golongan mereka". Kaum muslimin dan muslimat jika Imam Syafi'i yang ibadahnya seperti ini berkata, "Aku cinta kepada orang-orang sholeh dan aku bukan dari golongan mereka", maka kita ini termasuk golongan yang mana? Kita yang penuh maksiat ini dalam golongan yang mana. Imam Syafi'i mengatakan, "Aku labuhkan itu cintaku kepada orang-orang yang sholeh, meskipun aku tidak seperti mereka, aku bukan dalam golongan mereka". "La'allii 'an anaala bihim syafa'ah". "Agar aku kelak mendapatkan syafa'at mereka, pertolongan mereka". Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam, "yasyfa'u yaumal qiyaamati tsalats", dalam Shohih Bukhori, "Kelak di hari qiamat, ada tiga kelompok manusia yang akan diizinkan oleh Allah untuk memberikan syafa'at. Yang pertama "al-anbiya'", para Nabi. "Tsumma al 'ulama'", kemudian yang kedua para ulama'. Kemudian yang keti... yang ketiga, "Asysyuhada'", "para Syuhada'". Imam Syafi'i rohimahullah, beliau seorang ulama', seorang pengabdi umat, beliau mengatakan bahwasannya beliau membutuhkan syafa'at orang-orang yang sholeh dan beliau merasa dirinya sebagai...bukan sebagai orang yang sholeh. Lalu, bagaimana dengan kita? Kemudian beliau mengatakan, "wa akrohu man tijaarotuhul ma'ashii walau kunna sawaa-an bil bidhoo'ah", "dan aku benci orang-orang yang perdagangannya maksiat walaupun aku dengan dia sama-sama memiliki perdagangan yang sama. Meskipun barang daganganku dengan dia sama kemaksiatan". Kaum muslimin dan muslimat, apakah perdagangan Imam Syafi'i maksiat? Apakah Imam Syafi'i gemar maksiat? Apakah Imam Syafi'i suka maksiat? Haasarillah. Imam Syafi'i tidak berbuat seperti itu. Beliau hidup dengan penuh keta'atan, tetapi beliau merasa banyak dosa, merasa penuh dengan kesalahan. Ini adalah sifat-sifat orang-orang yang mulia. Semakin beliau dekat dengan Allah, semakin tinggi derajatnya di sisi Allah, maka ia akan semakin merendahkan diri kepada Allah, ia akan semakin teliti aib-aibnya, ia akan teliti kekurangannya, meneladani sifat Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam. Rosul yang tak punya kesalahan, Rosul yang tak punya dosa, dalam sekali majlis pun minta ampun kepada Allah, seratus kali per istighfar, mohon ampun kepada Allah subhanahu wata'ala. Lalu, bagaimana dengan kita semua? Insyaa Allah, apa yang kami sampaikan ini, apa yang kita dengar bersama ini dapat menggugah hati kita untuk mempelajari kehidupan orang-orang yang sholeh dan kemudian meneladaninya. Insyaa Allah, dengan kita mengikuti kajian-kajian seperti ini, rasa cinta dalam hati kita kepada orang-orang yang sholeh semakin kuat, mengakar dengan kuat, dan insyaa Allah kita pun kelak dikumpulkan bersama mereka.

Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah, insyaa Allah, kita akan bertemu pada episode yang berikutnya, kita akan pelajari kemuliaan Imam Ahmad bin Hanbal. Kemudian pada episode yang berikutnya, kita akan pelajari bagaimana kemulyaan Imam Malik dan para ulama'-ulama' besar lainnya. Insyaa Allah, kita bersama-sama dapat mengkaji kehdiupan mereka yang mulia dan insyaa Allah kita kelak dikumpulkan bersama mereka dengan Nabi Muhammad sholla(A)llahu 'alaihi wasallam di surga Al Firdaus tanpa hisab, tanpa perhitungan amal dari Allah subhanahu wata'ala. Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfa'at. Kurang lebihnya, kami mohon maaf. Wabillahi taufiq wal hidaayah washolla(A)llahu 'ala sayyidina wa maulana Muhammad wa 'ala aalih washohbih wasallam walhamdulillahi robbil 'alamiin wassalaamu 'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.
*mohon maaf apabila ada salah tulis

Jumat, 06 Mei 2016

UZLAH

UZLAH, menurut Imam Junaid Al-Baghdadi.
Al-Junaid berkata;
"Kesulitan dalam Uzlah lebih mudah di atasi ketimbang kesenangan berada bersama orang lain."
Makhlul AsSyami mengatakan;
"Memang bergaul dengan sesama manusia ada baiknya, tetapi ada rasa aman dalam Uzlah."
'Majelis paling mulia dan paling luhur, adalah duduk di sertai kontemplasi di medan Tauhid.'
Imam Junaid berkata;
"Barang siapa menginginkan Agamanya SEHAT dan Raga serta Jiwanya TENTRAM, lebih baik ia memisahkan diri dari orang banyak...
Sesungguhnya Zaman yang penuh ketakutan, dan orang yang bijak adalah yang MEMILIH KESENDIRIAN nya."
***
Orang yang peka terhadap agamanya, ia akan merasa asing dengan dunia nyata yang ada di hadapannya.

Rabu, 10 Februari 2016

Abu Muhammad Ruwaim bin Ahmad

Ruwaim bin Ahmad
namanya abu muhammad ruwaim bin ahmad,wafat pada tahun 303H/915M.termasuk guru besar(syaikh) yg paling di hormati,berkebangsaan bagdad,seorang muqri'(ahli membaca qur'an)dan ahli fiqih madzhab Dawud.
Di antara mutiara nasihatnya:
1.di antara hakim yg bijaksana adalah memberi kelonggaran hukum pada orang lain,mempersulit hukum pada diri sendiri.memberikan kelonggaran hukum pada orang lain termasuk mengikuti ilmu,dan mempersulit hukum pada diri sendiri termasuk kebijakan seorang wara'
2.abu abdullah bin khafif pernah berkata kepada ruwaim,''berilah saya wasiat''! Dia menjawab: ''masalah(tasawuf) tidak bisa dicapai kecuali dengan mencurahkan jiwa.memasuki tasawuf harus dengan pencurahan jiwa.jika tidak,janganlah menyelam dalam tasawufmu yang tiada guna.
3.bergaul dengan segala lapisan manusia membuatmu lebih aman daripada bergaul dengan orang-orang sufi saja.karna kebanyakan orang berperilaku sesuai dengan garis hukum,sedangkan kelompok sufi berperilaku di atas prinsip hakikat.orang2 pada umumnya hanya menuntut dhohirnya sariat,sedangkan para sufi menuntut diri mereka pada hakikat wara'dan menetapi ketulusan.barangsiapa yang memasuki dunia mereka dan mengingkari apa yang mereka hakikatkan,maka Allah akan mencabut cahaya iman dari hatinya.
4.saya pernah melewati bagdad pada siang hari yang panas.ketika itu saya berjalan dalam keadaan sangat haus.saya mencoba meminta air minum pada salah seorang penghuni rumah.kemudian muncullah seorang anak perempuan kecil membuka pintu rumah dengan membawa sebuah tempat air minum.ketika melihatku,ia berkata,''seorang sufi minum air di siang hari'' maka sejak itu saya tidak perna membatalkan puasaku.
5.jika Allah memberimu kemampuan untuk memberi nasihat dan mengamalkannya,lalu saya mengambilnya,hal itu adalah nikmat.jika saya melaksanakannya,sedang engkau sendiri tidak mengamalkannya,hal itu adalah musibah bagimu.jika kamu tidak punya nasihat juga tidak berbuat benar,maka hal itu adalah siksaan

Abu Muhammad Ruwaim bin Ahmad

Ruwaim bin Ahmad
namanya abu muhammad ruwaim bin ahmad,wafat pada tahun 303H/915M.termasuk guru besar(syaikh) yg paling di hormati,berkebangsaan bagdad,seorang muqri'(ahli membaca qur'an)dan ahli fiqih madzhab Dawud.
Di antara mutiara nasihatnya:
1.di antara hakim yg bijaksana adalah memberi kelonggaran hukum pada orang lain,mempersulit hukum pada diri sendiri.memberikan kelonggaran hukum pada orang lain termasuk mengikuti ilmu,dan mempersulit hukum pada diri sendiri termasuk kebijakan seorang wara'
2.abu abdullah bin khafif pernah berkata kepada ruwaim,''berilah saya wasiat''! Dia menjawab: ''masalah(tasawuf) tidak bisa dicapai kecuali dengan mencurahkan jiwa.memasuki tasawuf harus dengan pencurahan jiwa.jika tidak,janganlah menyelam dalam tasawufmu yang tiada guna.
3.bergaul dengan segala lapisan manusia membuatmu lebih aman daripada bergaul dengan orang-orang sufi saja.karna kebanyakan orang berperilaku sesuai dengan garis hukum,sedangkan kelompok sufi berperilaku di atas prinsip hakikat.orang2 pada umumnya hanya menuntut dhohirnya sariat,sedangkan para sufi menuntut diri mereka pada hakikat wara'dan menetapi ketulusan.barangsiapa yang memasuki dunia mereka dan mengingkari apa yang mereka hakikatkan,maka Allah akan mencabut cahaya iman dari hatinya.
4.saya pernah melewati bagdad pada siang hari yang panas.ketika itu saya berjalan dalam keadaan sangat haus.saya mencoba meminta air minum pada salah seorang penghuni rumah.kemudian muncullah seorang anak perempuan kecil membuka pintu rumah dengan membawa sebuah tempat air minum.ketika melihatku,ia berkata,''seorang sufi minum air di siang hari'' maka sejak itu saya tidak perna membatalkan puasaku.
5.jika Allah memberimu kemampuan untuk memberi nasihat dan mengamalkannya,lalu saya mengambilnya,hal itu adalah nikmat.jika saya melaksanakannya,sedang engkau sendiri tidak mengamalkannya,hal itu adalah musibah bagimu.jika kamu tidak punya nasihat juga tidak berbuat benar,maka hal itu adalah siksaan

berhati-hati dalam menolak pemberian seorang muslim

(وإياك) أن تكسر قلب مسلم برد صنيعته عليه، وأنت تعلم أن الواصل إليك على يده إنما هو من الله حقيقة وإنما هو واسطة مسخر مقهور وفي الحديث: من أتاه شيء من غير مسألة ولا استشراف نفس فرده فإنما يرده على الله".
وفي الرد آفة عظيمة وهي أن العامة مجبولون على تعظيم من يرد صلاتهم عليهم، فربما كان الحامل لبعض النساك على الرد التظاهر بالزهد؛ حرصاً منه على حصول المنزلة عندهم، ومن ههنا كان بعض المحققين يأخذ من أيدي الناس ظاهراً ثم يتصدق به سراً.
وقد يجب الرد في مسائل، وقد يندب:
"منها" أن يحمل إليك ما تعلم أو تظن بعلامة أنه حرام، أو تحمل إليك صدقة واجبة على ظن أنك من أهلها وأنت لست كذلك.
"ومنها" أن يكون المسدي إليك ظالماً مصراً على الظلم وتخشى إذا قبلت معروفه أن قلبك يميل إليه أو تداهنه في الدين أو يغلب على ظنك أنك متى قبلت شيئا يصير بحيث لا يقبل منك ما تلقيه إليه من الحق.
(1/69)
________________________________________
"ومنها" أن تعلم من حال إنسان أنه يقصد بصلته إضلالك عن سبيل الله بمساعدته على باطل أو ترك حق، ومن هذا القبيل ما يأخذه القاضي والعامل وغيرهما من ولاة الأمور من الخصمين أو أحدهما إذا ترافعا إليهم، وهذا هو الرشا المحرم، وله تتمات مذكورة في مواضعها فعليك بالرد في جميع هذه المسائل المذكورة.

dan hati-hatilah kamu dari menyakiti hati seorang muslim dengan menolak hasil pemberiannya, karna ketahuilah bahwa segala sesuatu yang ada di tangannya pada hakikatnya dari Allah. sedangkan ia hanya sebagai perantara.
Rasulullah saw. bersabda: ''Barangsiapa diberi sesuatu tanpa adanya permintaan dan keinginan untuk memperolehnya lalu ia menolaknya, maka ia telah menolak pemberian Allah. sedangkan bagi penolak terdapat bencana yang besar''
kebanyakan orang awam selalu mengagung-agungkan orang yang menolak pemberian, kadang-kadang sebagian ahli ibadah terdorong menolak pemberian dengan dalil zuhud, tetapi di balik itu mereka menginginkan kedudukan di kalangan kaum awwam. oleh karna itu kaum muhaqiqin menerima pemberian secara terang-terangan kemudian menyedekahkan kembali secara rahasia.
dalam keadaan tertentu engkau wajib menolak pemberian dari seseorang, bila engkau mengetahui dan memperkirakan bahwa barang-barang itu merupakan barang haram.
dan
bila engkau menerima zakat dan pemberipun menyangka engkau berhak menerimanya, padahal keadaan yang sebenarnya tidak demikian.
dan bila pemberi senantiasa berlaku dhalim dan engkau pun takut jika engkau menerima pemberiannya hatimu akan cenderung mengikuti perbuatannya dan menentang ajaran agama, dan engkau yaqin jika suatu saat engkau menerima pemberiannya ia tidak lagi menerima segala perkataanmu yang menunjukan kebenaran.
dan juga bila engkau mengetahui adanya pemberian yang bertujuan menyesatkanmu, dalam menolongnya berbuat kebathilan serta meninggalkan segala sesuatu yang hak.
dalam hal ini pemberian barang dari hakim atau pejabat pemerintah hasil sitaan dua orang yang sedang bersengketa pun hukumnya haram, karna barang-barang itu termasuk suap. oleh sebab itu, hendaklah engkau berhati-hati dan menolak segala pemberian yang telah diterangkan di atas.

berhati-hati terhadap angan-angan mendapat ampunan

(وإياك) وأماني المغفرة القاطعةَ عنها وهي ما تسمعه على لسان طائفة من المغترين من قولهم: (إن الله يغفر الذنوب جميعاً) وهو غنيٌّ عنا وعن أعمالنا وخزائنه مملوءة بالخير ورحمته وسعت كل شيء، مع إصرارهم على فعل المعاصي وترك الأعمال الصالحة، وكأنهم يقولون بلسان أحوالهم أن الطاعات لا تنفع وإن المعاصي لا تضر وهذا بهتان عظيم،
dan berhati-hatilah terhadap angan-angan mendapatkan ampunan yang memutuskan kamu dari mendapatkan ampunan, yaitu perkataan yang kamu dengar dari kelompok orang-orang yang tertipu, seperti perkataan mereka ''sesungguhnya Allah maha mengampuni setiap dosa dan Ia pun tidak membutuhkan kita dan segala amal kita, khazana-khazana-Nya telah dipenuhi dengan krbaikan, dan Rahmat-Nya sangat luas meliputi segala sesuatu'' disertai perbuatan mereka yang terus-menerus melakukan perbuatan maksiat dan meninggalkan amal-amal soleh. mereka ini seolah-olah berkata: bahwasannya keta'atan itu tidak mendatangkan manfa'at dan perbuatan maksiat tidak mendatangkan bahaya. dan ini sungguh merupakan kebohongan yang besar.
وقد قال الله تعالى: (فمن يعمل مثقال ذرة خيراً يره ومن يعمل مثقال ذرة شراً يره)
Allah berfirman:''barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat atom pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya,. dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat atom pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya'' (al-zalzalah:7-8)

وقال تعالى: (ولله ما في السماوات وما في الأرض ليجزي الذين أساءوا بما عملوا ويجزي الذين أحسنوا بالحسنى)

dan Allah juga menegaskan:'' dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berlaku jahat terhadap apa yang mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga) (an-najm:31)

وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله الأماني".

dan Rasulullah saw. bersabda: ''orang yang cerdas ialah orang yang dapat menundukan nafsunya dan beramal untuk (kepentingan) sesudah meninggal dunia. dan orang yang lemah ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan harapan kosong''
ولو أنك قلت لواحد من هؤلاء المغرورين: اقعد عن الكسب والتجارة والله تعالى يأتيك برزقك لَسخِر منك، وقال ما رأينا شيئا ًيجيئ إلا بالسعي والطلب، بل بالكدِّ والنصَب، مع أن الله تعالى قد تكفل له بالدنيا ولم يتكفل له بالآخرة فهل ذلك إلا انعكاس وانتكاس على أم الرأس!
jika sekiranya engkau berkata kepada orang-orang yang tertipu tadi:'' tidak usah bekerja dan melakukan jual beli dan Allah sungguh akan mendatang rizqimu'' sungguh orang yang tertipu tadi akan mengejekmu dan akan berkata:''tidak pernah kami melihat sesuatu datang dengan sendirinya tanpa ada usaha dan rintangan bahkan jika ingin mendapatkan sesuatu harus disertai dengan banting tulang dan bekerja keras''
padahal Allah swt. sudah menjamin bagi mereka akan rizqi dunianya dan tidak menjamin mereka terhadap urusan akhiratnya.
dan bukankah itu terjadi dikarnakan pemikiran orang2 yang tertipu tersebut otaknya terbalik?
وقد قال الحسن البصري رحمه الله: إن أماني المغفرة قد لعبت بأقوام حتى خرجوا من الدنيا مفاليس، يعني من الأعمال الصالحة، قال رحمه الله: إن المؤمن جمع إحساناً وخوفاً، وإن المنافق جمع إساءة وأمناً فالمؤمن لا يصبح إلا خائفاً، ولا يمسي إلا خائفاً، يعمل ويقول:لعلي أنجو! والمنافق يترك العمل ويقول سواد الناس كثير وسوف يغفر لي. انتهى.

Imam Hasan al-Bashri berkata:'' angan-angan memperoleh ampunan benar-benar telah memperdaya sebagian manusia sehingga mereka keluar dari dunia (mati) dalam keadaan merugi yaitu dari amal-amal soleh''
dan beliau juga berkata:''sesungguhnya orang beriman itu menggabungkan perbuatan baik dan rasa takut, sedangkan orang munafiq menggabungkan perbuatan jelek dan rasa aman. maka seorang mu'min tidaklah memasuki pagi hari kecuali dalam keadaan takut, dan tidak memasuki sore hari kecuali dalam keadaan takut, tidak berjalan kecuali disertai ketakutan kemudian melakukan amal soleh dan berkata, semoga saya selamat (dari adzab Allah), sedangkan orang munafiq mereka meninggalkan amal soleh dan mengatakan kepada manusia banyak, Allah ta'ala akan memberikan ampunan untuk saya''
وقد كان الأنبياء والأولياء مع كمال معرفتهم بالله وحسن ظنهم به وصلاح أعمالهم وقلة ذنوبهم أو عدمها بالكلية في غاية من الخوف والإشفاق (أولئك الذين هدى الله فبهداهم اقتده).
dan sungguh para Nabi dan wali-wali Allah, dengan kesempurnaan ma'rifat mereka kepada Allah dan baik sangkanya mereka kepada-Nya, beramal soleh, sedikit berdosa, atau bahkan sama sekali tidak berdosa, mereka masih merasa takut akan siksa dan Azab Allah swt.
''MEREKA ITULAH ORANG-ORANG YG TELAH DIBERI PETUNJUK OLEH ALLAH, MAKA IKUTILAH PETUNJUK MEREKA'' (al-an'am: 90) l

Minggu, 07 Februari 2016

sedekah untuk orang meninggal

عن ابن عباسٍ رضيَ اللهُ عنهما : «أنَّ رجلاً قال لرسول الله صلى الله عليه وسلّم إن أمَّهُ تُوُفيَتْ أَينفعُها إن تَصَدَّقتُ عنها ؟ قال: نعم
dari Ibn Abbas radhiyaAllahu anhuma: bahwasannya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw. bahwa Ibunya telah meninggal, apakah dapat memberi manfa'at kepadanya jika aku bersedekah atas namanya? nabi menjawab: Iya (dapat memberi manfa'at) (hr:bukhari)

di antara perkataan ibnul farid

"di antara perkataan ibnul farid
من ذا الذي ما ساء قط * ومن له الحسنى فقط
siapakah orang yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, dan
siapakah orang yang hanya memiliki kebaikan?

maka ada hatif (suara yang tidak ada orangnya) yang menjawab:
محمد الهادي الذي * عليه جبريل هبط
'dialah Muhammad sang pemberi petunjuk yang telah turun atasnya malaikat jibril''"

Asal Usul Adanya Garam

(فائدة: في أصل وجود الملح) قيل إن إبراهيم عليه السلام أراد أن يجعل لأمة محمد ص. ضيافة إلى يوم القيامة فقال الله تعالى: إنك لا تقدر على ذلك, فقال:إلهي أنت أعلم بحالي و قادر على إجابة سؤالي, فاستجاب له فأمر جبريل أن يأتي إليه بكف من كافور الجنة و يصعد به إلى جبل أبي قبيس و ينفخه في الجو, ففعل ذلك فانتشر في الأرض, فكل موضع وقع فيه منه شيء صار ملحا إلى يوم القيامة, فجميع الملح في الأرض من ضيافة إبراهيم.
(faidah:asal-usul adanya garam)
dikatakan, bahwa NabiAllah Ibrahim as. menginginkan membuat jamuan untuk umat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam hingga hari kiamat, maka Allah berfirman:'' sesungguhnya engkau tidak mampu melakukan itu'' lalu Nabi Ibrahim berkata:'' Ya Tuhanku, Engkau maha tahu dengan keadaanku dan maha kuasa mengabulkan do'aku'' maka Allah swt. mengabulkan do'a Nabi Ibrahim kemudian Allah memerintahkan Jibril as. membawakan kepadanya segenggam dari kapur surga, dan Naik dengan segenggam kapur tersebut ke gunung abi qubais kemudian beliau meniupkannya ke udara, maka menyebarlah kapur tersebut di muka bumi dan setiap tempat yang kejatuhan padanya sesuatu dari kapur itu menjadi asin hingga hari kiamat, maka seluruh garam di muka bumi adalah dari jamuan Nabi Ibrahim as.
النوادر:١٣٥
hehehe

Perbedaan antara Waliyullaah dengan Wali Syaithon

~''الفرقان بين أولياء الرحمن وأولياء الشيطان "~
'' Perbedaan antara Waliyullaah dengan Wali Syaithon''

Bismillaah bi-idznillaah

Postingan ini sekaligus sebagai tanggapan tautan pada : https://m.facebook.com/story.php…

( ومن أصول أهل السنة : التصديق بكرامات الأولياء وما يجري الله على أيديهم من خوارق العادات في أنواع العلوم والمكاشفات وأنواع القدرة والتأثيرات ، كالمأثور عن سالف الأمم في سورة الكهف وغيرها ، وعن صدر هذه الأمة من الصحابة والتابعين وسائر قرون الأمة ، وهي موجودة فيها [ ص: 287 ] إلى يوم القيامة ) .
[ العقيدة الواسطية » شرح العقيدة الواسطية » أصول أهل السنة والجماعة الدين والإيمان قول وعمل » من أصول أهل السنة والجماعة التصديق بكرامات الأولياء]
“Termasuk prinsip ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah adalah membenarkan adanya karomah para wali dan kejadian-kejadian luar biasa yang Allaah tunjukkan melalui mereka dalam berbagai bentuk ilmu dan mukasyafah, dalam berbagai jenis qudrot dan pengaruh, seperti yang diriwayatkan dari umat-umat terdahulu dalam (al Qur-aan) Surat al-Kahfi dan selainnya, dan dari generasi awal umat ini, iaitu para shochabat, tabi’in, serta generasi-generasi umat yang lain. Karomah tetap akan ada di setiap umat sehinggalah ke hari Kiamat.”[Syarh Aqidatul Waasithiyah : Ushul Ahlussunnah wal Jama'ah, agama dan iman, ucapan dan amal : Kebenaran Karomah Awliya : 287]

Sebagaimana kita ketahui bahawa Kiai ataupun Habaib adalah sosok yang sangat dihurmati di kalangan Aswaja kerna kedekatan beliau-beliau ini dengan Allaah Subchaanahu wa Ta'aalaa dan peranannya dalam penegakan panji-panji Islam. Namun disebalik itu, tetaplah tak bisa lepas dari hukum alam. Ada beberapa saudara Muslim atau bisa dikatakan sebuah sekte yang belum bisa menerima kehadiran kedua 'Ulama tadi.
Beberapa alasan yang dijadikan sebab penolakan mereka, diantaranya adalah permasalahan ''Karomah''. Para Kiai dan Habaib sebagai Muchyiddin, beliau-beliau ini ada yang dianugerahi-Nya sebuah kemuliaan fid dunya berupa keramat atau karomah. Namun beberapa pribadi yang bukan dari golongan keduanya ini juga ada yang diberikan-Nya kemampuan mirip dengan karomah yang disebut istidroj.
Kemungkinan besar sebab munculnya ''penolakan'' yang ditunjukkan oleh saudara-saudarakita tadi adalah kerna kesalahan dalam membedakan antara karomah dengan istidroj. Maka daripada itu, besar harapan kami agar tulisan ini benar-benar diperhatikan, singkirkan terlebih dahulu segala bentuk fanatik kerna Islam adalah agama yang hanya bisa diterima oleh orang-orang yang lapang dada. Setiap kesalahan mohon untuk diluruskan.

* Perbezaan Karomah dan Istidroj

قال ابن أبي العز في الشرح : (( فالمعجزة في اللغة تعم كل خارق للعادة و كذلك الكرامة في عرف أئمة أهل العلم المتقدمين .

ولكن كثير من المتأخرين يفرقون في اللفظ بينهما فيجعلون المعجزة للنبي والكرامة للولي وجماعها الأمر الخارق للعادة .
Berkata Ibn Abil 'Izz dalam Syarah :“Mu'jizat menurut bahasa meliputi segala kemampuan atau keupayaan luar biasa. Demikian juga halnya dengan karomah menurut bahasa yang lazim di kalangan para Imam ahli ilmu terdahulu. Hanya saja kemudian banyak di kalangan muta’akhirin yang membezakan di antara keduanya. Mereka menjadikan kata “mu'jizat” itu khusus untuk para Nabi, dan kata “karomah” itu untuk para wali. Sedangkan kedua-duanya adalah sama-sama merujuk kepada kemampuan diluar kebiasaan.” (Ibnu Abil ‘Izz, Syarah ath-Thohawiyah, m/s. 207 – Tahqiq Achmad Muchammad Syakir)

Menurut al Imam al Qusyairi, karomah merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan kelakuan seseorang. Barangsiapa yang tidak benar sikap dan kelakuannya, maka tidak dapat menunjukkan kekaromahannya.Dan Allaah Yang Maha Qodim memberi tahu kepada kita agar membedakan orang yang benar dan mana yang bathil. [Abul Qosim Abdul Karim Hawazim Qusyairi Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Darr al-Khoir : 353]

Dalam Syarh al-Hikam Disebutkan :
قال ابن عطاء الله السكندي رحمه الله تعالى: ربما رُزِق الكرامةَ مَنْ لم تكملْ له الاستقامة.

يعني: أن الكرامة التي هي الأمر الخارق للعادة لا عبرة بها عند المحققين، وإنما الكرامة الحقيقية هي الاستقامة[1] . ومرجعها إلى أمرين: صحة الإيمان بالله عز وجل، واتباع ما جاء به رسوله صلى الله عليه وسلم ظاهراً وباطناً. ولذا قال أبو يزيد رحمه الله:لو أن رجلاً بسط مصلاه على الماء وتربع في الهواء فلا تغتروا به حتى تنظروا كيف تجدونه في الأمر والنهي . وقيل له: إن فلاناً يمر في ليلة إلى مكة، فقال:إن الشيطان يمر في لحظة من المشرق إلى المغرب . وقيل له: إن فلاناً يمشي على الماء، فقال:الحيتان في الماء والطير في الهواء أعجب من ذلك [2].
[1] يقول الله تعالى: (فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ). سورة هود، الآية 112.
[2] حُكِي للإمام الشافعي رحمه الله ما قاله الليث بن سعد رحمه الله فقيه مصر ومفتيها في زمانه: "لو رأيتم الرجل يمشي على الماء فلا تعتدوا به ولا تغتروا به حتى تعرضوه على كتاب الله وسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم"، فقال: "لقد قصَّر الليث، لو رأيتم الرجل يمشي على الماء أو يطير في الهواء فلا تعتدوا به ولا تغتروا به حتى تعرضوه على كتاب الله وسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، فإن الشيطان يطير من المشرق إلى المغرب".
Berkata Syaikh Ibnu 'Athooillaah as-Sakandari rochimahullaahu Ta'aalaa :
Terkadang karomah tidaklah diberikan bagi seseorang kecuali berupa istiqomah. Maksudnya : karomah yang merupakan kejadian luar biasa tidaklah berarti bagi orang-orang ahli hakikat sebab karomah yang sesungguhnya bagi mereka adalah istiqomah 1]. Rujukan dan sandaran istiqomah adalah ke-abshoh-an iman kepada Allaah 'Azza wa Jalla dan mengikuti segala yang diajarkan baginda Nabi Muchammad Shollallaahu 'Alayhi wa Sallam secara lahir dan bathin.
Kernanya Abu Yazid al-Busthomi berkata “Bila seorang mampu menggelar sajadah tempat sholatnya diatas air, mampu duduk bersila diudara maka janganlah sesekali kalian tertipu hingga kalian jumpai bagaimana dirinya dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allaah”. Ditanyakanpada Abu Yazid “Sesungguhnya si fulan mampu berjalan disatu malam menuju Makkah” Beliau menjawab “Sesungguhnya setan mampu berjalan dari ujung timur keujung barat dalam sekejap mata”
Ditanyakan pada Abu Yazid “Sesungguhnya si fulan mampu berjalan diatas air”
Beliau menjawab “Ikan-ikan di air, burung-burung di udara lebih mengherankan ketimbang hal itu”.
1]. Allaahu Ta'aalaa berfirman : Maka istiqomahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Huud : 112)
2]. Al Imam asy-Syafi'i Rochimahullaah menceritakan apa yang diucapkan Al-Layts ibn Sa'ad seorang Faqih dan Mufti Meshir di zamannya. ''Jika kalian melihat seorang yang bisa mengambang di atas air, maka janganlah tertipu olehnya, sehingga kalian serahkan urusannya kepada al Qur-aan dan Sunnah Rosuulullaah Shollallaahu 'Alayhi wa Sallam.” maka dikatakan ucapan ringkas al-Laits : ''Jika kalian melihat seseorang yang mampu berjalan di atas air dan terbang di angkasa, maka janganlah kalian tertipu olehnya, sehingga kalian serahkan urusannya kepada al Qur-aan dan Sunnah Rosuulullaah Shollallaahu 'Alayhi wa Sallam.”Sesungguhnya setan-setan terbang dari timur ke barat. [Syarh al-Hikam al-‘Athooillah I/126]

Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Ibnu Taimiyyah, bahawasannya dari kalangan Shochabat, Tabi'in rodliyallaahu 'anhum ajma'iin dan para salaf ash-Sholich rochimahullaahu Ta'aalaa banyaklah yang memiliki ''karomah''. Dari Shochabat Abu Bakar rodliyallaahu 'anh pun beliau pula ada karomah. Kami ambil satu contoh lain sebagaimana terdapat dalam Shochih Muslim, kisah shochabat yang melihat Malaikat :

وما أخرجه مسلم عن أبي سعيد الخدري : أن أسيد بن حضير بينما هو ليلة يقرأ في مربده إذ جالت فرسه فقرأ ثم جالت أخرى فقرأ ثم جالت أيضا قال أسيد فخشيت أن تطأ يحيى فقمت إليها فإذا مثل الظلة فوق رأسي فيها أمثال السرج عرجت في الجو حتى ما أراها قال فغدوت على رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلت يا رسول الله بينما أنا البارحة من جوف الليل أقرأ في مربدي إذ جالت فرسي فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اقرإ بن حضير قال فقرأت ثم جالت أيضا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اقرإ بن حضير قال فقرأت ثم جالت أيضا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اقرإ بن حضير قال فانصرفت وكان يحيى قريبا منها خشيت أن تطأه فرأيت مثل الظلة فيها أمثال السرج عرجت في الجو حتى ما أراها فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم تلك الملائكة كانت تستمع لك ولو قرأت لأصبحت يراها الناس ما تستتر منهم .
[صحيح مسلم بتحقيق محمد فؤاد عبد الباقي ج1 ص 584 ح 796 ط. دار إحياء التراث العربي / بيروت ، صحيح البخاري ج4 ص 1916 ط. دار ابن كثير – دار اليمامة / بيروت سنة 1407 هـ 1987م ]
Dalam Shohih Muslim, dari Abu Sa’iad al-Khudrii (rodliyallaahu ‘anhu) :
“Pada suatu malam, Usaid bin Chudhoir membaca al Qur-aan di tempat pengolahan kurma milik beliau. Tiba-tiba kuda milik beliau melompat-melompat. Lalu beliau terus membacanya lagi, dan kudanya terus melompat-lompatlagi. Beliau membaca lagi, dan kudanya pun melompat-lompatlagi.”
Beliau berkata: “Kerana aku khawatir kuda tersebut akan menginjak anakku si Yahya, maka aku pun mendekatinya. Tiba-tiba aku nampak seperti ada naungan awan di atas kepalaku. Di dalamnya ada semacam lampu, lalu ia naik ke angkasa sehingga tidak terlihat lagi olehku.”
Beliau berkata lagi: “Keesokan harinya aku pun menemui Rosuulullaah dan aku berkata: “Wahai Rosuulullaah, tengah malam tadi ketika aku sedang membaca al Qur-aan di tempat pengolahan kurma milikku tiba-tiba kudaku melompat-lompat.” Rosuulullaah pun berkata:
“Teruskan (ceritamu) wahai Ibnu Chudhoir!” Usaid berkata: “Aku pun terus membacanya lagi (pada waktu malam). Tiba-tiba kudaku melompat-lompatlagi.” Rosuulullaah pun berkata lagi:
“Teruskan wahai Ibnu Chudhoir!” Usaid berkata: “Aku pun terus membacanya lagi (pada waktu malam). Tiba-tiba kudaku melompat-lompat lagi.” Rosuulullaah pun berkata lagi:
“Teruskan wahai Ibnu Chudhoir!” Usaid menjawab: “Lalu aku pun menoleh, kerana anakku berada berdekatan dengan kuda tersebut dan aku khawatir jika kuda tersebut menginjaknya. Tiba-tiba aku melihat sesuatu seperti awan (naungan), di dalamnya ada seperti lampu. Lalu ia naik ke angkasa sehingga aku tidak melihatnya lagi.” Kemudian Rosuulullaah berkata:
“Itu adalah para malaikat yang turun kerana mendengar engkau membaca al Qur-aan.” Seandainya engkau terus membacanya, tentu ia akan terlihat oleh manusia. Ia tidak akan bersembunyi dari mereka.”

- Istidroj
Istidroj secara bahasa diambil dari kata da-ro-ja ( درج ) yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. Sementara istidroj dari Allaah kepada hamba difahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung. Allaah biarkan orang ini dan tidak disegerakan adzabnya. Allaah Berfirman :
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ
“Nanti Kami akan Menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al-Qolam: 44)'' [Al-Mu’jam Al-Lughoh Al-Arobiyah, kata: da-ro-ja)

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ"، ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ}. أخرجه أحمد (4/145 ، رقم 17349) ، والطبراني فى الكبير (17/330 ، رقم 913) ، وفى الأوسط (9/110 ، رقم 9272) ، قال الهيثمي (10/245) : رواه الطبراني فى الأوسط عن شيخه الوليد بن العباس المصرى ، وهو ضعيف. والبيهقي فى شعب الإيمان (4/128 ، رقم 4540)
Dari 'Uqbah bin 'Aamir rodliyallaahu 'anhu, dari Nabi Shollallaahu 'Alayhi wa Sallam beliau bersabda : ''Jika engkau melihat Allaahu Ta'aalaa Memberikan kepada seorang hamba keni'matan duniawi yang dia senangi dengan melakukan kema'siatan, sesungguhnya itu adalah istidroj. Kemudian Rosuulullaah Shollallaahu 'Alayhi wa Sallam membaca Ayat yang artinya: “Maka tatkala mereka telah melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa (Q.S al-An’aam:44)''

Istidroj Allaah kepada hamba-Nya adalah jelas merupakan ni'mat yang didapati kerna kelalaian, kema'siatan hamba, yang dengan itu Allaahu Ta'aalaa akan Membinasakan mereka. Jadi sangat bertolak belakang dengan karomah Allaah kepada para wali-Nya yang diberikan kerna ktaqwaan, keta'atan dan dengannya Allaahu Ta'aalaa melebihkan derajad diantara hamba lainnya.
Maka jelaslah perbezaan antara kromatul awliya dengan istidroj iaitu dengan berdasat al Qur-aan wa al Hadits. Dimana sebuah karomah tidak bisa lepas dengan ketaqwaan seorang hamba, sedang istidroj merupakan ni'mat yang diberikan-Nya diatas kelalaian kema'siatan hamba.
''Oleh kernanya tiada alasan lagi untuk memvonis kemampuan luarbiasa (karomah) yang dimiliki oleh Waliyullaah sebagai istidroj.

* Karomah Bukanlah Tujuan
Terkadang seseorang salah dalam memahami keberadaan karomah, bahawa iainya merupakan tujuan dalam memperjalankan hati ataupun tazkiyatun nufus. Yang sebenarnya adalah karomah merupakan mutlak anugerah Ilahi kepada para kekasih-Nya. Kerna yang sebenarnya apa yang menjadi tujuan dari para Arif Billaah adalah sebuah kesinambungan (istiqomah) dalam beramal sesuai Titah al-Haq :

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ. (سورة هود، الآية 112)
''Maka istiqomahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.'' (QS. Huud : 112)

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلىَ اﷲِأَدْومُهَا وَإِنْ قَلَّ (رواه الشيخان عن عائشة
“Pekerjaan-pekerjaan yang lebih Disukai Allaah adalah pekerjaan yang terus-menerus dikerjakan meskipun pekerjaan itu sedikit”. (HR. Bukhori dan Muslim dari ‘Aaisyah)
Disamping itu, sebenarnya ada suatu ni'mat yang lebih tinggi derajat dan keutamaannya dibanding daripada karomah iaitu ''istiqomah''. Selain merupakan suatu Perintah (Q.S Huud : 112), istiqomah ternyata memiliki ketinggian derajad yang jauh melebihi kekeramatan pada para wali Allaah.

( استقيموا ) : أي : على جادة الشريعة والطريقة والحقيقة فإن الاستقامة خير من ألف كرامة وهي الثبات على العقيدة الصحيحة . والمداومة على العلم النافع والعمل الصالح ، والإخلاص الخالص ، والحضور مع الله والغيبة عن شهود ما سواه .
[مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح : كتاب العلم ]
(Ibnu Hajar) Istiqomahlah.!
Iaitu bersungguh-sungguhlah menjalankan syari'at, Thoriqoh dan hakikat kerana sesungguhnya istiqomah itu lebih utama dibandingkan seribu karomah.
Istiqomah adalah konsekuen pada akidah yang benar, melanggengkan diri pada ilmu yang bermanfa'at, beramal sholih, ikhlas yang murni, selalu khudur pada hadhirot Allaah serta berpaling dari selain Allaah. [
Marqooh al-Mafaatiich Syarh al-Misykaat al-Mashoobiich : kitab 'Ilmu II/193]

لا شك أن الاستقامة خير من ألف كرامة لكونها أصعب من جسر القيامة ، مع أنها أدق من الشعر ، وأمر من الصبر ، وأحد من السيف ، وأحر من الصيف
[مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح : كتاب الآداب ]
''Tidak diragukan bahwa “Istiqomah lebih utama dibandingkan seribu karomah” kerana jalan istiqomah lebih sulit daripada menapaki titian yang membentang dihari kiamat meski ia lebih lembut dibanding rambut, lebih pahit daripada kesabaran, lebih tajam ketimbang mata pedang dan lebih terik dibandingkan musim panas.'' [Marqooh al-Mafaatiich Syarh al-Misykaat al-Mashoobiich Kitab al-Adaab : bab Menangis dan Takut 15/290]

فَالْخَارِقُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ: مَحْمُودٌ فِي الدِّينِ، وَمَذْمُومٌ، وَمُبَاحٌ. فَإِنْ كَانَ الْمُبَاحُ فِيهِ مَنْفَعَةٌ كَانَ نِعْمَةً، وَإِلَّا فَهُوَ كَسَائِرِ الْمُبَاحَاتِ الَّتِي لَا مَنْفَعَةَ فِيهَا قَالَ أَبُو عَلِيٍّ الْجَوْزَجَانِيُّ: كُنْ طَالِبًا لِلِاسْتِقَامَةِ، لَا طَالِبًا لِلْكَرَامَةِ، فَإِنَّ نَفْسَكَ مُتَحَرِّكَةٌ فِي طَلَبِ الْكَرَامَةِ، وَرَبُّكَ يَطْلُبُ مِنْكَ الِاسْتِقَامَةَ. [(مجموع فتاوى ابن تيمية)) (11/320)، و((شرح الطحاوية)) (ص: 496)]
“Kemampuan luar biasa itu ada tiga : Iaitu yang terpuji di dalam agama, yang tercela, dan yang mubah. Apabila sesuatu yang mubah itu memiliki manfaat (dalam agama), berma'na ia termasuk Kurnia Allaah di dunia yang berupa ni'mat. Tetapi sekiranya tidak, berma'na ia tidak ubah sebagaimana hal-hal lainnya yang tidak bermanfaat. Berkata Abu 'Ali al-Jawzajaani : ''Jadilah pencari istiqomah, janganlah mencari karomah. Sesungguhnya dirimu memilih untuk mencari karomah. Dan sedangkan Robb-mu menginginkan keistiqomahanmu.'' (Majmu' Fatawi 11/230 : Syarah Thohawiyah 496)

* Karomah Ditampakkan-Nya Bisa dalam Sebab :
Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa 11/283 :

يقول شيخ الإسلام ابن تيمية: ومما ينبغي أنْ يُعرف أنّ الكرامات قد تكون بحسب الحاجة ، فإذا احتاج إليها الرجل لضعف الإيمان أو المحتاج إياه أتاه منها ما يقوي إيمانه ويسد حاجته ، ويكون من هو أكمل ولاية لله مستغنياً عن ذلك فلا يأتيه مثل ذلك لعلو درجته ، وغناه عنها لا لنقص ولايته ، ولهذا كانت هذه الأمور في التابعين أكثر منها في الصحابة بخلاف من يجري على يديه الخوارق لهدى الخلق وحاجتهم فهؤلاء أعظم درجة. (مجموع الفتاوى: ابن تيمية 11/283).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : ''“Dan di antara yang perlu diketahui adalah karomah adakalanya bersesuaian dengan hajat seseorang. Apabila seseorang yang lemah imannya, atau orang yang sedang dalam keadaan memerlukan (terdesak), maka karomah pun ditampakkan di hadapannya dalam rangka agar keimanannya (terhadap kebenaran) bertambah kuat, dan keperluannya terpenuhi.
Manakala orang yang kewaliannya (ketaqwaannya) terhadap Allaah lebih sempurna, maka ia tidak diperlukan asbab ketinggian derajat. Oleh sebab itu, perkara-perkara ini berlaku ke atas para tabi’in lebih banyak berbanding di masa generasi shochabat. Berbeza dengan orang-orang yang diberi di hadapannya beberapa kemampuan tersebut, dengan tujuan sarana menuju hidayah kepada manusia dan untuk memenuhi keperluan mereka. Maka bagi mereka derajat yang agung.''

* Tiga Kesudahan Bagi Golongan Yang Mendapati Karomah :
وأما ما يبتلي الله به عبده ، من السر بخرق العادة أو بغيرها أو بالضراء - فليس ذلك لأجل كرامة العبد على ربه ولا هوانه عليه ، بل قد سعد بها قوم إذا أطاعوه ، وشقي بها قوم إذا عصوه ، كما قال تعالى : فأما الإنسان إذا ما ابتلاه ربه فأكرمه ونعمه فيقول ربي أكرمن وأما إذا ما ابتلاه فقدر عليه رزقه فيقول ربي أهانن كلا [ الفجر : 15 - 17 ] .
ولهذا كان الناس في هذه الأمور ثلاثة أقسام : قسم ترتفع درجتهم بخرق العادة ، وقسم يتعرضون بها لعذاب الله ، وقسم يكون في حقهم بمنزلة المباحات ، كما تقدم . [شرح العقيدة الطحاوية » كرامات الأولياء » المحمود من الخوارق والمذموم والمباح : الجزء الثاني : ص: 749]
“Adapun ujian yang Allaah berikan untuk para hamba-Nya berupa kegembiraan menerima karomah, dan yang lainnya, atau berupa kesusahan atas dirinya, itu semua bukanlah disebabkan kemuliaan atau kehinaan seseorang hamba di hadapan Allaah. Tetapi sebahagian orang ada yang akhirnya berbahagia dengan sebab perkara-perkara tersebut, bahkan sebaliknya ada juga yang celaka. Ini adalah sebagaimana Firman Allaah Ta’aalaa:
“Adapun manusia, apabila Robb-nya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi kesenangan oleh Allaah, maka dia pun berkata: “Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Robb-nya mengujinya lalu membatasi rizqinya, maka dia berkata: “Tuhan-ku telah menghinakanku.” Sekali-kali tidak (demikian)…” (QS. Al-Fajr 15-17)
Maka dari sini, manusia itu terbahagi menjadi tiga golongan:
1, Golongan yang bertambah darjat kedudukannya dengan kurnia tersebut.
2, Golongan yang dengan sebab perkara tersebut melencong ke arah ancaman mendapat adzab Allaah.
3, Dan satu golongan lagi yang dengan keupayaan luar biasa tersebut tidak mengubah apa-apa pun dan ianya dianggap tidak ubah seperti perkara-perkara biasa lainnya saja.” (Ibnu Abil ‘Izz, Syarah ath-Thohawiyah, m/s. 215 – Tahqiq Achmad Muchammad Syakir).

Kesimpulan akhir :
Setiap kejadian diluar kemampuan manusia biasa pada umumnya (karomah pen.), maka harus dikembalikan kepada Syari'at. Iaitu lihatlah keseharian orang tersebut dalam menjalankan Titah Allaah (Kitabullaah) dan Sunnah Nabiyullaah. Namun apabila kita temukan sesutu yang berselisih dari keduanya setelah kita tahu seseorang itu sholich, maka ''diam daripadanya adalah selamat''.

Pesan Ustaz Adnan Che Abu di FB beliau: “Petikan dari Kitab Tafridul-Kathir mukasurat 3:
إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa kalimah-perkataan dari ahli Tasawwuf dan kesempurnaan zahirnya tidak sesuai bagi syariatnya Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan maka bertawaquflah (berdiamlah) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang mengakibatkan kepada natijah yang buruk. Kerana sebahagian daripada kalimah-perkataan mereka itu adalah isyarat yang tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya daripada isi al-Quran al-Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”