http://halimahalaydrus.blogspot.co.id/2010/12/awas-was-was.html
Baiklah, Untuk mulai membahas hal ini kita akan memulai dengan pertanyaan:
Imam Ibnu Malik: “Ya, sebab orang yang sudah takbir tapi merasa belum takbir, sudah berwudhu tapi merasa belum membasuh muka itu adalah orang yang tidak waras dan orang gila tidak lagi diwajibkan melakukan sholat”
Seseorang
di majelisku beberapa hari yang lalu bertanya tentang was-was dan cara
untuk menyembuhkannya. Yang dia maksud dengan was-was adalah adanya
bisikan-bisikan disaat dia melaksanakan sebuah ibadah. Bisikan itu
mengatakan bahwa apa yang dilakukan tidaklah sempurna atau malah tidak
sah atau membuatnya ragu apakah dia sudah melakukannnya atau belum?
Misalnya disaat dia telah hampir selesai berwudhu dia ragu-ragu apakah
wudhunya itu sudah diawali dengan niat atau belum, dan untuk meyakinkan
dirinya, seringkali dia mengulang kembali wudhunya sehingga untuk
sekedar berwudhu dia membutuhkan waktu berpuluh menit lamanya, demikian
katanya.
Saya
menjawab pertanyaan tersebut dengan menukil jawaban dari beberapa
ulama. Saya juga ingat bahwa beberapa teman di pondok pesantren dulu
banyak yang terganggu dengan penyakit ini dan tentu saja mengganggu
orang lain pula. Lebih daripada itu penyakit satu ini obatnya tidak akan
ditemui di apotek padahal membiarkannya berlarut menjadikan was-was
semakin menguasai hati seseorang. Jadi kiranya perlu untuk saya tuliskan
metode pengobatannya disini hingga jika ada diantara saudara-saudaraku
yang membacanya merasa terkena penyakit ini dia tahu bagaimana
menghadapinya, dan bagi yang lain diharapkan bisa belajar untuk
mencegahnya. Bukankah mencegah itu lebih baik daripada mengobati?
Baiklah, Untuk mulai membahas hal ini kita akan memulai dengan pertanyaan:
Apakah sebenarnya was-was itu?
Was-was
adalah bisikan syeitan, dia berharap dengan bisikan tersebut orang jadi
malas melakukan ibadah atau malah justru meninggalkannya.
Ibnu Abbas RA berkata: “ Was-was adalah penyakit orang mukmin.”
Yang dari ucapan beliau kita bisa menyimpulkan 2 hal:
1- Hanya
orang mukmin yang bisa terkena penyakit ini, maka jika engkau mulai
diganggu dengan bisikan-bisikan tersebut jangan larut dalam kesedihan
apalagi putus asa. Justru bolehlah sedikit berbangga sebab artinya
engkau adalah seorang mukmin. Karena tentunya orang yang tidak ada iman
di hatinya tidak akan peduli terhadap keabsahan ibadah apalagi
kesempurnaannya.
2- Was-was
itu penyakit dan selayak penyakit apapun bentuknya ia harus diobati,
betul bahwa ia adalah tanda keimanan tapi membiarkannya merusak ibadahmu
menjadikan keimananmu tidak meningkat-meningkat akhirnya.
Bagaimana mengobatinya?
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nas
"Katakanlah
aku berlindung kepada Tuhannya manusia (1) Pencipta manusia (2)
Pemelihara manusia (3) Dari kejahatan bisikan syeitan yang suka
bersembunyi (4) Dia berbisik dalam dada manusia (5) Dari golongan jin
dan manusia (6)"
Dari
ayat diatas kita bisa menyimpulkan bahwa was-was itu sumbernya dari
syeitan dan Iman Ghozali dalam minhajnya mengatakan beberapa teori untuk
menghadapi kejahatan syeitan:
1- Lawan, jangan dengarkan apalagi ikuti.
Jika
syeitan mengatakan bahwa kita belum takbir katakan padanya saya sudah
melakukannya. Jika dia mengatakan engkau belum berniat katakan padanya
niat itu tempatnya di hati dan tak ada yang tahu isi hati kita kecuali
Allah, jika dia mengatakan pakaian kita kena najis katakan padanya aku
tidak melihat ataupun menciumnya dan kita lebih percaya kepada mata dan
hidung kita daripada kepadanya. Sebab syeitan meski terdengar semanis
apapun bisikannya tak ada tujuan baginya kecuali menyesatkan.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam haditsnya:
“Tatkala
seseorang diantara kalian tengah duduk dalam sholat, Syeitan seringkali
meniup bagian bawah tubuhnya (seolah ada yang angin yang keluar
darinya), apabila terjadi yang demikian maka janganlah keluar dari
sholatnya kecuali jika telah benar-benar mencium baunya atau mendengar
suaranya“
Cobalah baca cerita yang saya nukil dari kitab i’anatut tholibin susunan Abu bakar Syato di bab thoharoh di bawah ini:
“Suatu ketika seseorang datang kepada seorang alim ulama pakar tata bahasa arab yaitu Imam Ibnu Malik, dan dia berkata padanya:
“Wahai
Imam, aku dengar bahwa seseorang tatkala pengetahuannya terhadap satu
bidang ilmu telah seperti lautan berarti dia telah menguasai seluruh
bidang ilmu yang lainnya, apakah itu benar?
Ibnu malik menjawab: “Ya, memang begitulah adanya, sebab ilmu itu saling berkait antara satu dengan lainnya.”
Penanya:
“Engkau adalah seseorang yang pengetahuan agama dari segi tata bahasa
arabnya telah kau kuasai dengan benar aku akan bertanya padamu tentang
ilmu fiqih, selama ini di saat berwudhu aku seringkali merasa ragu-ragu
apakah aku telah niat, atau membasuh muka sehingga aku mengulang
wudhuku kembali, dan ketika aku sholat aku seringkali ragu apakah aku
sudah takbirotul ihram tadi atau apakah aku sudah membaca surat
Alfatihah? Sehingga aku mengulang kembali sholatku bahkan sampai
berkali-kali. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?”
Imam
ibnu malik : “Jadi engkau membasuh muka, membasuh tangan, mengusap
kepala kemudian kamu merasa bahwa kamu belum membasuh muka? Atau kamu
sholat, takbir, membaca Alfatihah, ruku’ dan seterusnya kemudian di
waktu sujud kamu merasa sepertinya kamu belum membaca surat Alfatihah?“
Penanya: “ Kira2 begitu”
Imam Ibnu Malik: “ Kalau begitu kamu boleh meninggalkan wudhu dan sholat, ia tidak wajib lagi atasmu”
Penanya: “Kenapa bisa begitu, imam?”
Imam Ibnu Malik: “Ya, sebab orang yang sudah takbir tapi merasa belum takbir, sudah berwudhu tapi merasa belum membasuh muka itu adalah orang yang tidak waras dan orang gila tidak lagi diwajibkan melakukan sholat”
Penanya: “ ???????....... ”
Sejak saat itu dia tidak pernah lagi mengikuti was-wasnya sebab dia tidak mau menjadi gila.
2- Ikutilah pendapat ulama yang berpendapat ringan dalam masalah tersebut.
Jika
was-was yang dialami adalah dalam permasalahan fiqih seperti wudhu,
sholat, puasa dan lainnya maka sebaiknya ikutilah pendapat yang ringan
dalam masalah tersebut. Sebab was-was yang merupakan penyakit hati
pengobatannya sama dengan penyakit badan. Ia membutuhkan sesuatu yang
berlawanan dengan yang dia alami. Orang yang kena panas tinggi diobati
dengan didinginkan badannya, dan yang kena kurang darah diberi suplemen
penambah darah untuk menstabilkannya. Maka, jika seseorang was-was dalam
masalah niat misalnya dia bisa mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa niat itu tidak wajib, maka mengingat pendapat yang
berat dalam suatu permasalahan bagi orang yang was-was dalam masalah
tersebut sama saja dengan menambahkan gula di makanan orang yang
mengidap dibetes.
Cobalah baca kisah yang pernah diceritakan guru saya dibawah ini:
Datang
seseorang kepada seorang alim ulama terkemuka pada zamannya yaitu Habib
Abdurrahman Al Masyhur (seorang Mufti Hadromaut sekaligus pengarang
kitab Bughyatul Mustarsyidin) dia mengadu kepada beliau atas penyakit
was-wasnya terhadap najis yang sudah sangat mengganggu sehingga
membuatnya selalu mengganti pakaian setiap akan mengerjakan sholat
karena merasa bahwa pakaian yang dikenakannya berkemungkinan terkena
najis, dan karena ada kemungkinan najis itu juga mengenai badannya dia
memutuskan untuk mandi sebelum wudhunya.
Habib
Abdurrahman tidak menjawab keluhannya akan tetapi mengajaknya menuju
masjid tatkala adzan berkumandang, beliau hanya menanyakan tentang satu
hal:
“Kamu yakin bahwa saya adalah gurumu yang tidak akan memutuskan sesuatu kecuali dengan panduan ilmu?”
Orang itupun mengangguk dengan pasti.
Di
tengah perjalanan mereka, mereka mendapati seekor kambing yang sedang
mengeluarkan kotoran, orang itupun berusaha menjauh sebisa mungkin, akan
tetapi sang guru justru menghentikan langkah dan malah menyuruhnya
untuk mengambil kotoran tersebut dengan tangannya dan meletakkannya di
saku baju yang tengah dia kenakan, seraya berkata:
“Ada
di antara ulama yang bermadzhab syafi’ie yang mengatakan bahwa kotoran
dari binatang ternak yang boleh dimakan dagingnya adalah suci“
Orang
itu menuruti ucapan gurunya meletakkan kotoran di sakunya dan berangkat
sholat dengan pakaian tersebut. Sejak hari itu sembuhlah penyakit was
wasnya.
3- Mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan syeitan.
Sebab
hanya Dialah sumber kekuatan kita, dan tatkala hati kita mengingatNya
itu adalah senjata terbesar untuk kita mengalahkan musuh manapun.
Nabi Muhammad SAW mengatakan tentang tafsir dari surat An-Nas ayat 4
(Dari kejahatan bisikan syeitan yang suka bersembunyi):
"
Syeitan bersembunyi tatkala seseorang mengingat Allah SWT dan dia akan
menguasai tatkala orang tersebut lupa kepada Allah SWT "
Maka
setiap was-was itu datang konsentrasikan pikiranmu mengingat Allah dan
mohonlah agar Dia menjagamu dari godaan syeitan. Kemudian lihatlah bahwa
bisikan-bisikan itu akan berkurang.
Jika
tiga hal di atas ini selalu kau lakukan setiap kali was-wasmu datang
akan ada waktu dimana was-was hanya akan menjadi masa lalu.
Sehingga barangkali kalau nanti ada seseorang bertanya kepadamu: “Pernah kena was-was?“
Kamu akan berkata: “Sudah lupa tuh... “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar